Esposin, SOLO – Vox populi vox dei adalah adagium populer pada awal berkembangnya demokrasi modern. Suara rakyat adalah suara tuhan. Jauh sebelumnya, yang terkenal adalah vox rei vox dei, suara raja adalah suara tuhan.
Semboyan itu menjadi prinsip dasar teokrasi pemerintahan monarki. Raja mendapatkan legitimasi dari klaim raja adalah wakil tuhan di bumi. The king can do no wrong. Raja dianggap tidak bisa salah.
Promosi Didukung BRI, Usaha Pisang Sale Mades di Parigi Sulteng Makin Berkembang
Bisa dibayangkan kekuatan absolut raja kala itu di atas segalanya. Trias politica menjadi perlawanan atas realitas itu. Konsep pemisahan kekuasaan ini kali pertama dikemukakan John Locke, filsuf Inggris, kemudian dikembangkan Montesquieu dalam buku L’Esprit des Lois.
Konsep ini membagi pemerintahan negara menjadi tiga kekuasaan, yaitu eksekutif (pelaksana undang-undang), legislatif (pembuat undang-undang), dan yudikatif (pengawas pelaksanaan undang-undang).
Indonesia adalah negara demokrasi yang menganut konsep ini. Lembaga eksekutif dipimpin presiden beserta kabinet. Lembaga ini melaksanakan undang-undang, menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain, mengatur angkatan bersenjata, dan menjaga keamanan negara.
Legislatif dibentuk untuk mencegah kesewenang-wenangan presiden. Tiga lembaga diberi kewenangan legislasi di Indonesia, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Lembaga legislatif adalah wakil rakyat dengan kuasa membuat undang-undang dan menetapkan, serta kekuasaan lain sesuai kewenangan. Kekuasaan yudikatif mengontrol seluruh lembaga negara berdasar hukum yang berlaku.
Lembaga yudikatif dibentuk untuk menegakkan hukum, penguji material hukum, penyelesaian perselisihan, dan mengesahkan peraturan hukum atau membatalkan peraturan apabila bertentangan dengan dasar negara.
Kedewasaan demokrasi Indonesia diuji dengan beragam persoalan politik yang sebagian melibatkan kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif. Rakyat disuguhi drama perebutan kekuasaan di tingkat pusat hingga daerah.
Upaya memuluskan jago yang diusung dalam pemilu dan pilkada dilakukan dengan menempuh banyak cara serta manuver politik. Pertikaian partai politik di satu sisi dan di sisi lain kemesraan antarpartai politik tersaji bebarengan.
Upaya mengganjal lawan terus dilakukan, menggandeng teman sebanyak mungkin juga diupayakan. Dulu lawan kini jadi kawan. Dulu dicaci dan dicibir, kini disanjung dan dipuji atas nama kepentingan yang sama: politik dan kekuasaan.
Suguhan drama itu berujung pada hal yang sama dan berulang. Rakyat ditempatkan sebagai penerima pasif keputusan politik yang dibuat penguasa. Jika vox populi vox dei itu benar, tentu suara rakyat adalah suara tuhan.
Suara rakyat ditafsirkan sebagai titah tuhan yang harus dipatuhi dan dijalankan. Maukah penguasa dan mereka yang mengaku wakil rakyat benar-benar mendengarkan suara rakyat yang sebenarnya?
Biasanya suara rakyat dibutuhkan hanya saat pesta demokrasi berlangsung. Selepas itu, kecil kemungkinan suara mereka dianggap berarti. Presiden dan wakil presiden terpilih siap bekerja meneruskan pendahulu.
Para legislator hasil Pemilu 2024 sudah ditetapkan dan mengaku siap bekerja untuk mewakili rakyat. Masih ada satu momentum lagi, yakni pilkada serentak yang sudah di depan mata.
Rakyat bisa menandai kandidat kepala daerah sebagai keputusan politik dari partai politik dan pemilik kepentingan. Jika sreg, pilih saja. Jika tidak sreg, jangan dipilih. Siapa pun yang terpilih menjalankan roda kekuasaan di ranah eksekutif, legislatif, dan yudikatif jangan sampai rakyat berhenti mengawasi dan memberikan kritik.
Suara rakyat harus terus disuarakan lewat cara masing-masing. Bersuara di media sosial, bersuara sambil turun ke jalan, maupun menyampaikan suara secara langsung kepada pihak-pihak terkait.
Jika suara rakyat tidak dianggap sebagai suara tuhan, setidaknya suara rakyat itu wujud suara murni rakyat yang masih cinta dan peduli dengan keberlangsungan hidup negeri ini.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 24 Agustus 2024. Penulis adalah Manajer Program Solopos Media Group)