Pendidikan, termasuk di Indonesia, ditantang menyiapkan kaum muda yang menguasai kecakapan literasi, numerasi, dan sains. Hasil program yang diinisiasi Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) itu diumumkan pada Selasa (5/12/2023).
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Hasil PISA 2022 itu menunjukkan antara tahun 2018 dan 2022 rata-rata skor di 35 negara OECD turun hampir 15 poin untuk skor matematika, 10 poin untuk skor membaca, tetapi tidak berubah signifikan untuk skor sains.
Penyebab utama skor PISA Indonesia belum bisa naik karena pandemi Covid-19 selama tiga tahun. Pandemi menyebabkan learning loss sehingga skor PISA tidak mungkin naik pada masa pemulihan pascapandemi.
Skor PISA Indonesia pada 2018 berada di posisi sangat memprihatinkan. Skor tersebut tidak mencapai rata-rata negara OECD. Hasil survei PISA 2018 menempatkan Indonesia di urutan ke-74 alias peringkat keenam dari bawah.
Kemampuan membaca siswa Indonesia di skor 371 berada di posisi ke-74, kemampuan Matematika mendapat skor 379 berada di posisi ke-73, dan kemampuan sains dengan skor 396 berada di posisi ke-71.
Skor PISA Indonesia pada 2022 berada di peringkat ke-71. Peringkat kemampuan matematika berada di urutan ke-70 peringkat kemampuan sains di urutan ke-67. Peningkatan itu tidaklah signifikan karena secara umum semua negara mengalami penurunan.
Peningkatan itu lebih disebabkan ada penambahan jumlah negara dalam PISA 2022. Artinya posisi Indonesia masih rendah, di bawah rata-rata OECD, sehingga tidak menjadi lebih rendah lagi walau terdampak pandemi Covid-19.
Tentu Indonesia tidak perlu membandingkan diri dengan negara-negara lain. Pembandingan dengan negara lain bisa jadi malah tak masuk akal karena perbedaan luas wilayah, geografis, demografis, dan sebagainya.
Yang terpenting bagi Indonesia adalah menelaah hasil PISA 2022 itu dan kemudian mencari detail masalah untuk merumuskan kebijakan pembangunan pendidikan yang berorientasi meningkatkan kecakapan literasi (membaca dan menulis), numerasi, dan sains.
Intinya semua kalangan harus tanggap untuk mencari solusi. Solusi yang komperehensif. Bukan kebijakan pendidikan yang sporadis semacam ganti menteri ganti kurikulum, ganti pejabat ganti kebijakan.
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi harus merumuskan kebijakan pendidikan yang fokus dan terarah. Kurikulum Merdeka dan program Merdeka Belajar harus segera dievaluasi untuk menemukan ketimpangan dan kelemahan kemudian segera dirumuskan solusinya.
Catatan penting dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia adalah harus berbasis realitas di setiap daerah yang berbeda-beda. Pendidikan di Indonesia belum merata. Ini realitas yang harus menjadi basis kebijakan. Kebijakan pendidikan yang top down dan berpusat di Jakarta tak akan mampu meningkatkan skor PISA Indonesia.