Esposin, SOLO – Perbankan di mana saja, dan kapan saja, tidak perlu di bank (Brett King). Sistem perbankan global tengah berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, industri ini masih mencatatkan pertumbuhan positif. Di sisi lain, industri ini menghadapi tantangan yang cukup berat.
Berdasarkan data Bank for International Settlements (BIS), total aset sistem perbankan global pada akhir 2023 mencapai US$328,2 triliun, tumbuh 10,1% year-on-year (yoy). Total kredit perbankan tercatat sebesar US$272,1 triliun, tumbuh 9,9% yoy.
Promosi Layanan Wealth Management BRI Raih Penghargaan Best Private Bank for HNWIs
Pertumbuhan positif tersebut ditopang sejumlah faktor, antara lain, pemulihan ekonomi global, peningkatan permintaan kredit, dan masih tingginya suku bunga. Selain tantangan-tantangan di atas, terdapat sejumlah kondisi yang memperkuat potensi kebangkrutan sistem perbankan global, antara lain, berkurangnya jumlah bank umum.
Jumlah bank umum di dunia terus menurun dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2023, terdapat sekitar 60.000 bank umum di dunia, turun dari sekitar 70.000 bank umum pada 2018. Penurunan jumlah bank umum tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain, digitalisasi perbankan.
Digitalisasi perbankan telah mengubah pola transaksi perbankan yang semula dilakukan offline menjadi online. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah transaksi di kantor cabang bank. Faktor lain penurunan jumlah bank adalah persaingan yang semakin kompetitif, baik pada bank-bank umum maupun financial technology (fintech).
Potensi kebangkrutan sistem perbankan global semakin diperkuat oleh pernyataan Robert Kiyosaki, seorang pakar keuangan dan penulis buku best-seller Rich Dad, Poor Dad. Investor kawakan ini memperingatkan sistem perbankan Amerika Serikat (AS) bakal bangkrut.
Ia meminta masyarakat segera membeli tiga aset investasi, yaitu emas, perak, bitcoin. Kiyosaki menyatakan sistem perbankan global akan bangkrut dalam waktu dekat. Ia beralasan sistem perbankan global terlalu kompleks dan rapuh karena sangat bergantung pada regulasi serta kredit pemerintah.
Ramalan Robert Kiyosaki ini telah menimbulkan banyak kontroversi. Ada yang bersikap pesimistis dan mulai menarik simpanannya di bank. Ada pula yang bersikap optimistis dan menganggap ramalan tersebut tidak akan menjadi kenyataan.
Saya berpendapat ramalan Kiyosaki itu bisa jadi memang masih terlalu dini, namun penting untuk menyadari bahwa sistem perbankan global memang sedang tidak baik-baik saja, menghadapi sejumlah tantangan yang cukup berat. Jika tidak segera diantisipasi, sistem perbankan global dapat mengalami kebangkrutan.
Perbankan Indonesia
Bagaimana nasib perbankan di Indonesia? Industri perbankan di Indonesia hampir sama dengan sistem perbankan global, tengah menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya digitalisasi perbankan.Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan jumlah kantor cabang bank umum di Indonesia terus menurun dalam lima tahun terakhir. Jumlah kantor cabang bank umum di Indonesia pada akhir Desember 2023 mencapai 26.025 unit, turun 7.160 unit atau 21,4% dibanding tahun sebelumnya.
Maraknya fintech, pinjaman online (pinjol), dan sejenisnya di Indonesia menjadi tantangan tersendiri bagi perbankan. Fintech menawarkan layanan keuangan yang lebih murah dan mudah diakses sehingga menarik minat masyarakat.
Berdasarkan data OJK, jumlah penyelenggara fintech lending di Indonesia pada akhir 2022 mencapai 106 penyelenggara, dengan total outstanding pembiayaan mencapai Rp295,9 triliun. Jumlah tersebut meningkat pesat dibandingkan pada akhir tahun 2021 yang hanya 82 penyelenggara dengan total outstanding pembiayaan mencapai Rp213,8 triliun.
Pendapat Brett King yang saya kutip di awal esai ini tampaknya akan menjadi kenyataan. Perbankan di mana saja, kapan saja, tidak perlu bank. Tentu kita saat ini bisa merasakan kebenaran pridiksi ini dengan kemunculan fintech dan sejenisnya.
Jumlah fintech di Indonesia meningkat pesat. Pada 2022, pangsa pasar fintech lending mencapai 50,2% dari total outstanding pembiayaan di sektor keuangan, padahal pada 2021 pangsa pasar fintech lending baru mencapai 43,4%.
Meskipun fintech, pinjol, dan sejenisnya menjadi tantangan bagi perbankan, hal tersebut juga dapat menjadi peluang bagi perbankan. Fintech dapat membuka pasar baru bagi perbankan.
Fintech dapat menjangkau masyarakat yang belum terjangkau perbankan, seperti masyarakat di daerah terpencil. Bank dapat memanfaatkan peluang tersebut untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan pangsa pasar.
Perlu diantisipasi dan diwaspadai munculnya dampak terburuk bila sistem perbankan global mengalami kebangkrutan. Hal yang tidak bisa terhindarkan adalah terjadi krisis keuangan global yang dapat menyebabkan resesi ekonomi dunia yang parah.
Sistem perbankan merupakan salah satu pilar utama perekonomian global. Kebangkrutan sistem perbankan global akan menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Hal ini dapat menyebabkan masyarakat menarik simpanan di bank sehingga menyebabkan krisis likuiditas di perbankan.
Dengan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, dunia usaha akan kesulitan mendapatkan pembiayaan sehingga menyebabkan penurunan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Penurunan investasi dan pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan kenaikan pengangguran.
Krisis keuangan global juga bisa menjadi pemicu ketidakstabilan politik. Krisis keuangan global dapat menyebabkan kerusuhan sosial dan politik. Masyarakat perlu meningkatkan literasi keuangan agar dapat memahami risiko yang terkait dengan perbankan.
Masyarakat perlu melakukan diversifikasi investasi agar tidak terlalu bergantung pada perbankan dengan berinvestasi di berbagai instrumen investasi, seperti saham, obligasi, dan emas. Masyarakat perlu memiliki dana darurat untuk menghadapi kondisi yang tidak terduga, seperti krisis keuangan global.
Dana darurat tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama krisis keuangan global berlangsung. Gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK akan menjadi ancaman serius bila sistem perbankan global mengalami kebangkrutan.
Masyarakat perlu mempersiapkan diri untuk kemungkinan terjadinya gelombang PHK dengan cara meningkatkan keterampilan agar dapat bersaing di pasar kerja yang semakin kompetitif. Bagaimana pendapat Anda? Sudahkah Anda siap menghadapi kemungkinan terburuk ini?
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 30 Desember 2023. Penulis adalah akuntan dan dosen Akuntansi Perbankan di Universitas Slamet Riyadi, Kota Solo, Jawa Tengah)