Rekrutmen politik dan negosiasi politik merupakan dua konsep yang sangat penting dan menarik dalam kehidupan politik, terutama untuk penempatan seseorang atau sekelompok orang dalam jabatan politik. Di dunia perguruan tinggi beberapa rektor melantik dekan atau wakil dekan, seperti: Rektor Universitas Jember, Iwan Taruna resmi melantik jajaran Wakil Dekan Fakultas MIPA Universitas Jember periode 2024-2028 (12/8/2024) (https://fmipa.unej.ac.id), Rektor Universitas Islam Riau, Prof. Dr. H. Syafrinaldi S.H., M.C.L. melantik kembali Dr. Muhammad Musa S.H., M.H menjadi Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Riau Masa Transisi Tahun 2024-2025 (https://labhukum.uir.ac.id/). Rektor Unib (Universitas Bengkulu) Dr. Retno Agustina Ekaputri, S.E, M.Sc melantik Dekan FKIP dan Dekan FMIPA periode 2024-2028 (https://www.unib.ac.id). Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Dr. Hartono, dr. M.Si., melantik dan mengambil sumpah pejabat Dekan Fakultas dan Sekolah di lingkungan UNS serta Direktur Rumah Sakit (RS) UNS masa jabatan 2024-2029 (Kamis (5/9/2024) (https://uns.ac.id).
Rekrutmen politik adalah proses di mana individu atau sekelompok individu dipilih untuk terlibat dalam jabatan politik, baik sebagai kandidat untuk posisi publik, anggota partai politik, atau bagian dari struktur pemerintahan lainnya. Rekrutmen ini bertujuan menemukan dan menempatkan individu yang dapat mewakili kepentingan publik serta menjalankan kebijakan pemerintahan.
Promosi BRI Klasterku Hidupku Dorong Pemberdayaan Perempuan lewat Usaha Tani di Bali
Rekrutmen politik dapat terjadi melalui berbagai cara. Pertama, perekrutan oleh partai politik. Partai politik sering kali merekrut calon potensial yang dianggap mampu menarik dukungan publik dan menjalankan program partai. Kedua, pengalaman dan prestasi. Individu yang memiliki latar belakang di bidang akademik, sosial, atau ekonomi yang kuat dapat menjadi target rekrutmen politik. Ketiga, dukungan kelompok kepentingan. Beberapa calon diusulkan oleh kelompok masyarakat, seperti organisasi profesi, aktivis, atau komunitas tertentu.
Dalam proses ini, penting untuk mempertimbangkan keterampilan, kompetensi, dan komitmen calon terhadap nilai-nilai demokrasi serta visi partai atau negara. Rekrutmen politik yang efektif dapat menciptakan pemimpin yang berkualitas dan stabilitas pemerintahan.
Ada satu terminologi yang sering kali muncul ketika berbicara dalam perekrutan politik, yaitu istilah merit system atau sistem merit. Sistem merit dalam mengisi jabatan politik adalah sistem di mana penempatan individu ke dalam jabatan politik atau publik didasarkan pada kemampuan, kualifikasi, dan prestasi, bukan pada koneksi politik, nepotisme, atau patronase. Sistem ini bertujuan untuk memastikan bahwa individu yang menduduki posisi politik atau administratif memiliki kompetensi yang sesuai dengan tanggung jawab jabatan, sehingga meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas pemerintahan. Sistem merit sering kali melibatkan proses seleksi yang ketat, seperti tes kompetensi, wawancara, atau penilaian kinerja, untuk memastikan bahwa jabatan diberikan kepada orang yang paling memenuhi syarat.
Pada pendekatan sistem merit ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat intervensi seseorang atau sekelompok orang terhadap calon atau kandidat dalam mekanisme pengisian jabatan politik, maka semakin rendah atau menurun tingkat kredibilitas calon atau kandidat yang bersangkutan. Ini bisa dipahami karena dalam sistem merit, pendekatan pengisian jabatan politik menekankan pada kemampuan, kualifikasi, dan prestasi, bukan pada koneksi politik, nepotisme, atau patronase.
Rekrutmen politik berfokus pada berbagai kerangka pemikiran yang menjelaskan bagaimana individu direkrut, diidentifikasi, dan dibentuk menjadi aktor politik. Ada dua pendekatan teoritik yang menarik untuk dicermati.
Pertama, pendekatan teori elite berpendapat bahwa politik selalu dikendalikan oleh sekelompok kecil elite, baik dari kalangan ekonomi, politik, atau militer. Rekrutmen politik dalam pandangan ini cenderung bersifat eksklusif. Individu yang direkrut biasanya berasal dari kelompok elit tertentu yang memiliki kekuasaan atau pengaruh. Ada kontrol ketat terhadap siapa yang bisa masuk ke dalam lingkaran politik. Kontrol ketat ini bersumber dari kelompok elite yang jumlahnya sangat kecil. Hanya orang-orang dengan latar belakang elite atau yang memiliki akses ke sumber daya kekuasaan yang bisa dipilih.
Kedua, pendekatan pluralis menekankan bahwa rekrutmen politik tidak didominasi oleh satu kelompok elite saja, melainkan terbuka bagi berbagai kelompok kepentingan yang ada di masyarakat. Rekrutmen politik dipengaruhi oleh persaingan yang ketat antarkelompok kepentingan. Siapa yang direkrut bergantung pada dukungan dari berbagai kelompok sosial, ekonomi, atau ideologis. Kelompok sosial, ekonomi, atau ideologis yang menjadi kontrol terhadap perekrutan jabatan politik jumlahnya lebih besar dibandingkan dalam pendekatan elitis.
Di dalam perekrutan politik, konsep negosiasi politik adalah merupakan konsep yang sangat penting untuk dipahami. Negosiasi politik adalah proses interaksi antara aktor-aktor politik untuk mencapai kesepakatan dalam pengambilan keputusan. Ini melibatkan kompromi, tawar-menawar, dan pertukaran kepentingan antara berbagai pihak, baik dalam lingkup lokal, nasional maupun internasional. Dalam konteks politik, negosiasi sering digunakan untuk menyelesaikan perbedaan pendapat atau konflik antar partai, kelompok kepentingan, atau negara. Proses ini melibatkan beberapa elemen penting, yaitu:
Pertama, kompromi: Kedua pihak harus siap memberikan konsesi tertentu untuk mencapai kesepakatan.
Kedua, kepentingan bersama: Meskipun setiap aktor memiliki tujuan masing-masing, ada kebutuhan untuk menemukan kesamaan yang bisa dijadikan dasar kesepakatan.
Ketiga, mediator atau penengah: Dalam beberapa kasus, negosiasi dapat melibatkan pihak ketiga yang netral untuk membantu menyelesaikan konflik atau mengurangi ketegangan.
Contoh dari negosiasi politik dapat dilihat dalam pembentukan koalisi pemerintahan, perundingan perjanjian internasional, atau penyelesaian konflik internal dalam partai politik.
Dalam pengisian jabatan politik, proses negosiasi politik dapat dilihat dari substansi pertanyaan yang ada dalam wawancara yang dilakukan oleh petugas pewawancara/ penguji, atau orasi ilmiah atau kampanye politik oleh para calon kandidat pejabat politik, yang kemudian dibuka dengan dialog.
Rekrutmen politik bertujuan untuk memilih individu yang akan berpartisipasi dalam politik, sementara negosiasi politik adalah cara untuk mencapai kesepakatan atau kompromi dalam pengambilan keputusan politik. Keduanya sangat penting dalam menjalankan pemerintahan yang efektif dan demokratis.
Siapa pun yang diputuskan untuk menduduki jabatan politik sesuai peraturan yang berlaku, dan dengan mekanisme yang telah ditetapkan, maka patut kita hormati, kita junjung tinggi sebagai keputusan yang legal rasional.
Tulisan ini telah dimuat di Harian Solopos edisi Jumat, 20 September 2024. Penulis adalah dosen Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS