Standar mutu ini akan menjadi landasan rekognisi sistem pendidikan di pesantren. Dokumen mutu pendidikan pesantren ini ketika disetujui negara dan diberlakukan menjadi landasan penting mengakui kesetaraan pendidikan di pesantren dengan pendidikan formal.
Promosi 2,6 juta Pelaku UMKM Dapatkan Akses Pembiayaan KUR BRI di Sepanjang 2024
Sistem rekognisi ini akan mewujudkan kesetaraan pendidikan di negeri ini. Sistem ini akan menjadi sejarah baru bagi pendidikan pesantren yang mencakup lembaga pesantren, sistem pendidikan di pesantren, para santri, dan para pendidik di dalamnya.
Pesantren di Nusantara eksis selama ratusan tahun dan menjadi wadah pendidikan jutaan warga. Meski demikian, pesantren selama ini berstatus sebagai lembaga pendidikan nonformal sehingga para lulusan tidak mendapatkan pengakuan secara formal.
Ketiadaan pengakuan formal itu mendorong sebagian pesantren bertransformasi menjadi pondok pesantren modern yang menggabungkan sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan formal sekolah.
Banyak santri di pesantren tradisional harus menjalani pendidikan formal di luar lingkungan pondok. Inilah pentingnya pengakuan terhadap pesantren dalam sistem pendidikan nasional. Dokumen mutu pendidikan tersebut bisa menjadi langkah baru pengakuan dan peningkatan kualitas pendidikan di pesantren.
Tentu saja kewajiban masyarakat pesantren dengan representasi Majelis Masyayikh adalah merumuskan dokumen mutu pesantren yang benar-benar kompatibel dengan pendidikan formal.
Perlu diingat bahwa di sektor pendidikan formal ada tuntutan kemajuan seturut kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tuntutan kemajuan yang sering kali sangat cepat. Aspek-aspek pendidikan di pesantren memang telah terbukti menjadi wahana mendidik generasi bangsa.
Secara kelembagaan eksistensi pesantren memang jauh lebih tua daripada institusi pendidikan formal modern yang semula berkiblat pada pendidikan ala Barat. Beberapa literatur menyebut perkiraan pesantren merupakan hasil islamisasi sistem pendidikan lama yang berasal dari masa Hindu-Buddha di Nusantara.
Berdasarkan teori tersebut, pendidikan kala itu diselenggarakan di padepokan-padepokan yang akhirnya melalui proses akulturasi dengan materi pendidikan agama Islam pada era Wali Sanga.
Pesantren kemudian beradaptasi dengan perkembangan zaman seperti yang dilakukan Kiai Hasyim Asy'ari dan Kiai Ahmad Dahlan. Pesantren juga menjadi salah satu tulang punggung pendidikan di Nusantara karena pendidikan ala Barat tak menjangkau seluruh masyarakat.
Ini menunjukkan kemampuan pesantren beradaptasi dengan perkembangan tiap zaman. Rekognisi pendidikan di pesantren harus didukung oleh masyarakat pesantren sendiri untuk adaptif dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian cepat seiring perkembangan masyarakat global yang nirbatas.
Rekognisi penting, tapi subjek dan objek rekognisi juga harus senantiasa adaptif dan kompatibel agar harapan keadilan pendidikan benar-benar terwujud.