Otoritas di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang dan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi Semarang mengakui terjadi praktik perundungan pada mahasiswa peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Fakultas Kedokteran Undip yang menjalankan praktik di RSUP dr. Kariadi.
Berdasarkan pengakuan otoritas di Fakultas Kedokteran Undip dan RSUP dr. Kariadi, perundungan terjadi bertahun-tahun. Perundungan yang diterima para mahasiswa peserta PPDS itu berbagai macam bentuknya, di antaranya pekerjaan berlebihan hingga penghimpunan dana dari para mahasiswa PPDS untuk membiayai kebutuhan dan kegiatan dokter senior.
Promosi Melalui Pemberdayaan, BRI Angkat Potensi Klaster Buah Kelengkeng di Tuban
Pengakuan itu harus menjadi dasar bagi Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi mengevaluasi semua PPDS di berbagai universitas. Evaluasi secara menyeluruh penting dilakukan untuk menghentikan secara permanen semua bentuk perundungan, ringan maupun berat, di berbagai PPDS.
Perundungan atau bullying yang bisa jadi di internal masyarakat PPDS dianggap hal lumrah, diwajarkan, dinormalkan harus segera dihentikan. Tak ada pembenaran dengan dalih dan analisis apa pun atas aksi perundungan.
Apa pun alasannya perundungan di PPDS adalah tindakan nirkemanusiaan, melanggar hak asasi manusia, dan jelas bukan jalan baik mendidik para dokter umum menjadi dokter spesialias.
Anggapan di internal mereka bahwa perundungan akan meningkatkan daya tahan mental dokter spesialis hanyalah omong kosong yang bermaksud membenarkan perundungan oleh senior kepada junior.
Pendidikan dokter spesialias harus ditata ulang sehingga menjadi program pendidikan penyiapan dokter-dokter spesialis dengan sistem yang humanis. Keniscayaan menyiapkan tenaga spesialias dalam waktu relatif singkat bukan pembenar untuk praktik-praktik yang menjurus pada perundungan.
Dalam proses pendidikan dan pelatihan, di sektor apa pun, apalagi pendidikan dan pelatihan calon dokter spesialis, seharusnya tetap menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan penghormatan bagi setiap individu. Kepolisian harus mempercepat penyelidikan dan penyidikan dengan proses hukum yang akuntabel dan transparan.
Proses hukum harus menemukan pelaku perundungan dan kemudian harus bertanggung jawab secara hukum, apalagi perundungan itu menyebabkan seorang perempuan dokter peserta PPDS meninggal dunia dengan dugaan bunuh diri karena tidak sanggup menahan beban mental dari perundungan yang diterima.
Proses hukum ini penting untuk membangun efek jera dan mencegah terulangnya perundungan. Berdasarkan pengakuan otoritas di Fakultas Kedokteran Undip dan RS dr. Kariadi, aneka bentuk perundungan yang terjadi memang di luar batas kemanusiaan dalam konteks program pendidikan di perguruan tinggi.
Pelaku perundungan harus dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya. Terdapat beberapa pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur sanksi bagi pelaku diskriminasi.
Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan, Pasal 351 KUHP tentang Tindak Penganiayaan, Pasal 310 KUHP tentang Perundungan yang Dilakukan di Tempat Umum, dan Pasal 311 mengatur tentang fitnah penuduh.
Polda Jawa tengah telah melakukan penyelidikan atas kematian dokter peserta PPDS Undip dan memeriksa sejumlah saksi. Kepolisian harus menuntaskan proses hukum atas kasus ini. Pelaku harus mendapat sanksi berat: dikeluarkan dari PPDS dan diproses hukum.