Esposin, SOLO – Belakangan ini pembahasan tawaran pemerintah tentang izin usaha pertambangan (IUP) kepada dua organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia (Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama atau NU) mereda, namun sesungguhnya belum final.
Topik ini terkait erat dengan politik kebangsaan yang belum benar-benar usai setelah pemilihan umum atau pemilu 2024 dan sejumlah rentetan konflik negara dan masyarakat.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Konflik itu seperti perampasan tanah petani di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi yang melibatkan relasi kuasa lokal dan konflik penambangan batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo atas nama pembangunan proyek strategis nasional.
Kemudian, pembukaan lahan secara besar-besaran di hutan adat Kinipan untuk lahan monokultur tanaman sawit, kasus Rempang Ecocity yang juga mengatasnamakan proyek strategis nasional, eksploitasi emas di Gunung Tumpang Pitu oleh korporasi.
Ditambah pencemaran akibat sampah dan limbah cair domestik maupun industri ke sungai-sungai hingga ke laut yang kian masif, emisi yang dihasilkan dari pembakaran batu bara sehingga memperburuk kualitas kehidupan, dan masih banyak lagi.
Dengan sengkarut masalah lingkungan yang terjadi, Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar harus berhati-hati ketika mendapat tawaran izin usaha pertambangan dari pemerintah.
Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan Islam harus kembali merenungi jalan dakwahnya. Banyak sekali rakyat kecil yang terdampak keburukan pembangunan dan pertambangan yang kurang substansial bagi mereka.
Sering kali peran pemerintah tidak mengedepankan hak-hak masyarakat. Banyak kasus lingkungan terjadi, terlebih setelah pemberlakuan Undang-undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang sempat menimbulkan gelombang aksi mahasiswa dan masyarakat umum pada 2019 bertajuk ”Reformasi Dikorupsi”.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara menyatakan kewenangan pengelolaan mineral dan batu bara, rencana pengelolaan mineral dan batu bara, penugasan kepada lembaga riset negara, BUMN, BUMD, atau badan usaha untuk melakukan penyelidikan dan penelitian dalam rangka penyiapan wilayah izin usaha pertambangan,…”
Jika kita melihat undang-undang itu tawaran pemerintah tentang izin usaha pertambangan jelas bertolak belakang dengan jalan dakwah Muhammadiyah. Pesan jelas yang ingin saya sampaikan adalah Muhammadiyah harus menghindari mafsadah dengan meninjau maksud dan tujuan tawaran tersebut.
Pendiri Muhammadiyah K.H. Ahmad Dahlan berkata hendaklah setiap warga Muhammadiyah jangan tergesa-gesa menyanggupi suatu tugas yang ditetapkan oleh sidang persyarikatan. Telitilah terlebih dahulu keputusan sidang yang menetapkan untuk melakukan suatu tugas apakah pemenuhan tugas itu bersamaan dengan tugas yang telah disanggupi sebelumnya.
Jika itu terjadi, hendaklah dipermudah memenuhi tugas dalam waktu yang tidak bersamaan dengan tugas lainnya, agar tidak mudah mempermainkan keputusan sidang dengan hanya mengirimkan surat atau memberi tahu ketika mendapati waktu pemenuhan tugas itu bersamaan dengan tugas lainnya yang telah disanggupi sebelumnya (Abdul Munir Mulkhan, 2007).
Pesan Kiai Dahlan itu mengingatkan kembali pada persyarikatan agar berhati-hati dalam mengambil peran yang ditawarkan sehingga tugas utama persyarikatan tidak menjauh dari nilai dasar dakwah Muhammadiyah.
Mencegah mafsadah itu lebih baik daripada mengedepankan kemaslahatan. Ini ditunjukkan oleh sikap Mauhammdiyah pada kasus proyek strategis nasional Rempang Ecocity, yaitu tegas dan jelas menolak proyek itu. Narasi demikian yang harus digaungkan.
Pelestarian lingkungan menjadi pembahasan yang tidak hanya sesekali diangkat oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusar Muhammadiyah pada abad kedua ini. Fikih air, fikih bencana, dan fikih agraria dalam dinamika gerakan Muhammadiayah menjadi seperangkat produk hukum Islam yang sangat prospektif.
Perangkat-perangkat hukum Islam itu penting untuk mencegah ancaman kerusakan pada sisi kemanusiaan dan kelestarian lingkungan dengan melawan monopoli sumber daya alam yang dilakukan oleh kelompok orang serakah.
Ide dan gagasan dikaji Muhammadiyah demi terus melakukan ijtihad yang bersifat kontekstual. Ini menunjukkan respons yang baik bagi tubuh persyarikatan. Muhammadiyah dengan gagasan Islam berkemajuan menjadi kian nyata.
Dalam perspektif saya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah harus benar-benar mengkaji secara komprehensif dan melibatkan aspek sosiohistoris dan ekonomi politik bahwa tawaran izin usaha pertambangan itu dapat menimbulkan fitnah dari segala aspek di sekitarnya.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 23 Juli 2024. Penulis adalah mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Surakarta)