Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatra Utara baru saja berakhir dengan menyisakan sederet masalah. Permasalahan yang muncul tidak hanya terkait dengan kompetisi olahraga, tetapi juga memberikan banyak pelajaran berharga mengenai manajemen penyelenggaraan event.
Banyak aspek yang perlu dievaluasi, mulai dari fasilitas, perangkat pertandingan, hingga urusan keuangan agar penyelenggaraan PON pada masa mendatang berjalan lebih baik dan efisien.
Promosi Jaga Lingkungan Event MotoGP Mandalika, BRI Peduli Berhasil Kelola 22 Ton Sampah
Salah satu masalah utama yang mencuat dalam penyelenggaraan PON XXI adalah ketidaksiapan fasilitas olahraga. Beberapa venue pertandingan belum rampung hingga hari-hari terakhir menjelang pembukaan event.
Sejumlah atlet kerap membagikan foto kondisi venue atau akses menuju lokasi pertandingan yang belum siap. Salah satunya adalah akses menuju pertandingan bola voli indoor di Sumut Sport Center, Deli Serdang.
Hal ini tidak hanya mengganggu persiapan atlet, tetapi juga mencerminkan buruknya perencanaan dan manajemen waktu dari penyelenggara.
Keterlambatan ini juga berpotensi membahayakan keselamatan atlet dan penonton mengingat kualitas bangunan yang mungkin tidak memenuhi standar keamanan.
Persoalan lain yang tak kalah krusial adalah masalah perangkat pertandingan. Beberapa cabang olahraga mengalami kendala teknis yang seharusnya bisa dihindari dengan persiapan yang lebih matang.
Seperti ketidaktersediaan alat pengukur waktu yang akurat di beberapa cabang olahraga air atau masalah dengan sistem penilaian elektronik di cabang bela diri.
Hal ini tidak hanya mengganggu jalannya pertandingan, tetapi juga berpotensi memengaruhi hasil kompetisi dan menimbulkan kontroversi yang tidak perlu.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah pertandingan perempat final sepak bola putra antara Aceh melawan Sulawesi Tengah di Stadion H. Dimurthala, Banda Aceh, Sabtu (14/9/2024).
Tim Sulawesi Tengah merasa wasit Eko Agus Sugih Harto mengambil keputusan kontroversial. Sang pengadil memberikan dua tendangan penalti untuk tuan rumah menjelang laga usai.
Keputusan tersebut direspons pemain Sulawesi Tengah, Muhammad Rizki Saputra, dengan memukul Eko hingga wasit tersebut terkapar.
Insiden ini menunjukkan pentingnya peningkatan kualitas wasit dan sistem video assistant referee atau VAR untuk meminimalkan keputusan kontroversial yang dapat memicu konflik di lapangan.
Aspek keuangan juga menjadi sorotan dalam pelaksanaan PON XXI. Besarnya anggaran yang dialokasikan untuk event ini, yaitu Rp3,94 triliun, menimbulkan pertanyaan tentang efisiensi dan transparansi penggunaannya.
Beberapa pihak menelaah secara kritis indikasi pemborosan dana, terutama dalam pembangunan fasilitas yang mungkin tidak akan dimanfaatkan secara optimal pasca-PON.
Selain itu, keterlambatan pencairan dana juga dilaporkan menghambat persiapan beberapa kontingen daerah. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan audit independen dan pelaporan keuangan yang transparan kepada publik.
Selain itu, perencanaan anggaran yang lebih matang dan alokasi dana yang lebih efisien harus menjadi prioritas untuk penyelenggaraan PON pada masa depan.
Pelaksanaan PON XXI juga mengungkap lemahnya koordinasi antarlembaga terkait. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, KONI, dan berbagai federasi olahraga sering kali tidak sinkron dalam pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan.
Hal ini mengakibatkan kebingungan dan menghambat efektivitas penyelenggaraan event. Perlu dibentuk tim koordinasi terpadu yang melibatkan semua pemangku kepentingan.
Tim ini harus memiliki jalur komunikasi yang jelas dan efektif serta wewenang untuk mengambil keputusan cepat dalam situasi darurat. Masalah logistik dan akomodasi juga menjadi catatan penting dalam evaluasi PON XXI.
Beberapa kontingen melaporkan kondisi penginapan yang kurang layak, sementara distribusi makanan untuk atlet dan ofisial juga mengalami kendala. Banyak atlet yang mengeluhkan keterlambatan layanan konsumsi dalam PON XXI.
Tak hanya itu, ada pula atlet yang mendapatkan makanan basi. Hal ini tentu berdampak pada performa atlet dan kenyamanan seluruh peserta PON. Diperlukan standarisasi akomodasi dan layanan katering yang ketat.
Perlu dibentuk tim khusus yang bertanggung jawab memantau dan mengevaluasi kualitas layanan secara berkala selama berlangsungnya event. Penyelenggaraan PON XXI juga diterpa kabar tak sedap soal dugaan penyelewengan uang.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri meninjau lokasi PON untuk mengusut kasus tersebut. Fasilitas penyelenggaraan ajang olahraga itu belum rampung saat PON dimulai.
Sudah seharusnya diterapkan sistem pengawasan keuangan yang lebih ketat, termasuk audit berkala dan pelaporan transparan kepada publik. Sanksi tegas juga harus diterapkan bagi pihak-pihak yang terbukti menyelewengkan dana.
PON XXI telah ditutup di Stadion Utama Sumatra Utara, Deli Serdang, Jumat (20/9/2024) malam, namun gaung prestasi tertutupi dengan sengkarut ajang empat tahunan ini.
Pada ajang ini Jawa Barat mencetak hat-trick juara umum. Ada juga pemecahan rekor PON dan rekor nasional. PON XXI adalah yang terbesar dalam sejarah karena digelar 65 cabang olahraga dan untuk kali pertama digelar di dua provinsi yang melibatkan 82.392 volunteers.
Meski diwarnai berbagai kontroversi, prestasi para atlet tetap layak diapresiasi. Pemecahan rekor dan pencapaian prestasi menunjukkan atlet Indonesia memiliki potensi besar untuk bersaing di tingkat internasional.
Pelajaran yang dapat dipetik dari berbagai permasalahan di PON XXI sangatlah berharga. Untuk penyelenggaraan PON pada masa mendatang di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), perencanaan harus lebih matang dan realistis, terutama dalam hal pembangunan fasilitas dan pengadaan peralatan pertandingan.
Manajemen keuangan yang lebih transparan dan efisien dengan pengawasan ketat, peningkatan koordinasi antarlembaga terkait dengan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas, dan perbaikan sistem logistik dan akomodasi untuk menjamin kenyamanan PON harus diterapkan.
Evaluasi menyeluruh terhadap keberlanjutan fasilitas pasca-PON untuk menghindari pemborosan sumber daya juga perlu dipikirkan. PON XXI Aceh-Sumatra Utara telah memberikan pelajaran berharga bagi penyelenggaraan event olahraga nasional di Indonesia.
Penyelenggaraan event olahraga nasional pada masa depan harus profesional, efisien, dan memberikan manfaat jangka panjang bagi perkembangan olahraga Indonesia.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 27 September 2024. Penulis adalah Manajer Program Solopos Media Group)