Esposin, SOLO – Tanda pagar atau tagar #KawalPutusanMK dengan ilustrasi gambar Garuda Pancasila berwarna biru dan narasi peringatan darurat yang diikuti aksi demonstrasi menjadi trending topic di X selama beberapa hari terakhir.
Ini merupakan bukti kekuatan media sosial dalam proses demokrasi. Lebih dari satu juta cuitan menggunakan tagar tersebut diunggah sebagai dukungan warganet kepada Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengeluarkan putusan terbaru tentang pemilihan kepala daerah (pilkada).
Promosi Beri Kemudahan, Sinergi BRI dan Pelni Hadirkan Layanan Reservasi Tiket Kapal
Lambang negara itu viral setelah diunggah sejumlah influencer atau pemengaruh di jejaring sosial seperti X dan Instagram. Mereka serentak memprotes tindakan DPR yang oleh para pakar dianggap sebagai “pembegalan atau pembangkangan” terhadap konstitusi.
Tagar #KawalPutusanMK yang menyertai adalah ekspresi kekecewaan pada manuver para anggota DPR yang dinilai sarat kepentingan untuk menjegal putusan MK tersebut. Meskipun pada akhirnya DPR mengikuti putusan MK dan menyetujui revisi peraturan KPU tentang pilkada, kenyataannya tagar itu tetap bertengger di trending topic Indonesia dan aksi demonstrasi masih berlangsung sampai hari ini.
#KawalPutusanMK adalah bentuk komunikasi publik yang menjadi bagian penting dalam alur demokrasi. Media sosial menjadi sarana bagi masyarakat untuk mengakses informasi dan berkomunikasi dengan berbagai pihak dengan mudah dan cepat.
Media sosial menjadi kekuatan baru dalam pembentukan opini publik dewasa ini. Dibandingkan media konvensional, media sosial memiliki potensi yang lebih besar dalam produksi dan persebaran informasi secara lebih egaliter.
Dengan kemampuan demikian, media sosial tentu dapat berperan dalam penguatan demokratisasi dengan mengemansipasi publik untuk mengakses ranah publik. Jika tidak puas terhadap suatu kondisi, seperti masalah politik dan pemerintahan, dengan mudah disampaikan melalui media sosial.
Hal ini menumbuhkan demokrasi di ranah virtual. Mengkritik pemerintah melalui media sosial dalam kasus ini dianggap sebagai wujud aksi nyata dan perjuangan untuk mengawal demokrasi. Dalam perspektif ilmu komunikasi, aksi massa dengan memanfaatkan media sosial masuk ke dalam kategori komunikasi publik.
Ada unsur pesan yang ingin disampaikan kepada publik berkenaan dengan situasi yang tengah terjadi menyangkut kehidupan atau kepentingan publik. Gelombang massa aksi #KawalPutusanMK bisa diposisikan sebagai media untuk memengaruhi publik agar memiliki sikap yang sama dalam memandang situasi yang sedang terjadi.
Hal ini menjadi bukti media social ternyata mampu memengaruhi sejumlah orang untuk ikut menyuarakan protes pada kebijakan pemerintah. Protes di media sosial bukan hanya menunjukkan kepada dunia yang lebih besar tentang kekacauan yang disebabkan pihak berwenang, tetapi juga memungkinkan pengunjuk rasa mengoordinasikan kegiatan mereka.
Pada akhirnya media sosial terbukti sangat berpengaruh untuk memobilisasi gerakan massa aksi dan menyuarakan berbagai protes pada kebijakan pemerintah yang dianggap melenceng dan tidak sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.
Media sosial menjadi ruang komunikasi yang tepat untuk menggerakkan berbagai kelompok massa. Dengan media sosial, mereka saling bertukar pendapat, opini, dan gagasan terkait berbagai keresahan dan kontroversi di negeri ini yang semuanya bertujuan menjaga demokrasi.
Berdasarkan konsep public sphere dari Juergen Habermas, media sosial menjadi ruang publik yang memberikan tempat bagi setiap elemen masyarakat untuk menyuarakan pendapat secara terbuka tentang kebijakan pemerintah yang dinilai kurang sesuai.
Pada hari-hari ini kita bisa melihat kemampuan publik yang begitu cepat berkoordinasi secara masif merespons suatu kebijakan. Saat ruang lingkup komuniasi memadat, semakin kompleks, dan partisipatif maka populasi jaringan mendapat akses informasi menjadi lebih besar.
Hal ini membuka kesempatan bagi banyak orang untuk ikut menyuarakan pendapat hingga mengambil tindakan kolektif. Pada akhirnya, hal inilah yang menjadikan media sosial sebagai wujud baru dari ruang publik.
Munculnya berbagai platform media sosial membuat demokrasi di ruang virtual menjadi semakin unik. Jika merujuk pada konsep Habermas, media sosial menjadi tempat paling cocok untuk membangun opini publik.
Saat ini media sosial menjadi tempat aklternatif yang paling sesuai untuk menyentil hingga mengkritik keras para pemangku jabatan politik di negeri ini. Protes yang bergema di media sosial menjadi wujud demokrasi baru yang memanfaatkan ruang virtual.
Cara ini bahkan dipandang paling ampuh untuk melakukan protes apa pun, karena siapa pun bisa menyampaikan pendapat secara bebas di media sosial. Media sosial telah menciptakan demokrasi baru pada era digital.
Tanpa perlu banyak usaha, siapa pun bisa menyampaikan protes dengan leluasa yang begitu mudah sampai ke telinga pemerintah. Demokrasi di media sosial adalah prinsip-prinsip demokrasi yang diterapkan dalam konteks platform dan layanan media sosial.
Kebebasan berbicara adalah elemen penting dalam memastikan tumbuh demokrasi yang sehat di platform media sosial. Butuh keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab untuk mewujudkan demokrasi yang sehat di media sosial.
Pengguna media sosial perlu memahami bagaimana platform itu bekerja. Termasuk soal algoritma, kebijakan privasi, penggunaan data, serta pedoman penggunaan konten. Aspek kebebasan dalam menggunakan media sosial mestinya tidak digunakan begitu saja tanpa tanggung jawab menjaga demokrasi.
Media sosial yang jangkauannya sangat luas bisa digunakan secara bebas. Artinya, meski bisa dilakukan dengan mudah dan bebas, media sosial tidak bisa menjadi solusi utama menyampaikan protes atas nama menjaga demokrasi.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 27 Agustus 2024. Penulis adalah Manajer Konten Solopos Media Group)