Esposin, SOLO – Keolahragaan tak menjadi tema penting dalam debat calon presiden-calon wakil presiden peserta Pemilu 2024. Sesungguhnya olahraga adalah subtema yang interaktif dengan tema-tema hukum, ekonomi, politik, sosial, pendidikan, kesehatan, maupun budaya.
Menarasikan format outlook keolahragaan 2024 artinya mengupas dan memprediksi masa depan keolahragaan dalam ranah kebijakan makro (bukan pada tataran mikro-teknis) sebagai urusan besar yang mengundang target dan presisi goodwill pemerintah mendatang.
Promosi BRI Klasterku Hidupku Dorong Pemberdayaan Perempuan lewat Usaha Tani di Bali
Visi dan keberpihakan pimpinan nasional menjadi garansi penting dalam menghela arah keolahragaan ke depan. Variabel outlook bersandar pada yang telah dilakukan, yang sedang dilakukan, dan yang akan dilakukan.
Outlook keolahragaan berhubungan dengan kalkulasi kemampuan beradaptasi pada perubahan-perubahan strategis yang selalu terjadi di lingkungan internal maupun eksternal. Terdapat dua paradigma outlook keolahragaan, yaitu reorientasi peran birokrasi dan penguatan implementasi rencana strategis.
Birokrasi adalah fungsi dan struktur ”kekuasaan” eksekutif dalam proses tata kelola keolahragaan pada ranah kebijakan makro yang multi-lingkup, multi-ranah, dan multi-dimensi. Keluasan dan bentuk kewenangan, penetapan regulasi, termasuk alokasi sumber daya keolahragaan pada dasarnya memiliki sumber pengaturan yang established.
Ada hal penting yang perlu ditambahkan, yakni reorientasi paradigmatik yang sebaiknya melekat pada birokrat keolahragaan. Orientasi paradigmatik adalah soft energi mindset dalam proses penting pengambilan keputusan (decision making) yang memengaruhi wajah keolahragaan 2024 dan setelahnya.
Pertama, reorientasi olahraga memiliki paradigma ”membangun olahraga” (development of sport) dan ”membangun melalui olahraga” (development trough sport). Keduanya harus sama-sama berjalan dan memerlukan formula kebijakan yang berbeda, walaupun pada bagian tertentu terdapat irisan.
”Membangun olahraga” lebih mengarah pada capaian ”kedigdayaan” prestasi dan daya saing olahraga di cabang-cabang olahraga olympic, non-olympic, maupun paralympic. Formula yang diperlukan adalah memaksimalkan modal jangka pendek dan panjang penentu prestasi dan daya saing olahraga.
“Membangun melalui olahraga” adalah formula menjadikan olahraga instrumen mencapai tujuan-tujuan pembangunan secara lebih luas. Olahraga bisa menjadi reservoir dan mesin pemantik ekonomi kerakyatan, disiplin nasional, demokratisasi, diplomasi, penegakan hak asasi manusia, dan lain-lain.
Kedua, reorientasi membangun wajah lengkap olahraga secara simultan pada seluruh lingkup. Olahraga meliputi olahraga pendidikan, olahraga prestasi, dan olahraga masyarakat. Diperlukan ayunan besar (giant swing) dari sisi birokrasi untuk menjadikan ketiganya sebagai “anak kandung” pembangunan olahraga nasional. Tidak ada lingkup yang paling penting daripada lingkup yang lainnya.
Ketiga, reorientasi kerja sinergi pentahelix keolahragaan yang memosisikan birokrat sebagai salah satu unsur dari lima unsur keolahragaan (pentahelix keolahragaan). Pentahelix meliputi birokrat, pengusaha, akademikus, komunitas, dan media. Pergeseran paradigmatis perlu dilakukan karena kecenderungan yang masih terjadi adalah semua unsur kompak bersatu untuk “melakukan hal yang sama”.
Kekompakan yang bukan “orkestrasi”. Acapkali birokrat, pengusaha, akademikus, komunitas, dan awak media menunjukkan komitmen seolah-olah menjadi pelatih (coach) serta melakukan supervisi pada pekerjaan teknis lainnya. Birokrat harus berbagi peran dengan setiap unsur untuk menyumbangkan “kesaktian” masing-masing secara proporsional, pragmatis, dan terintegrasi.
Rencana Strategis
Salah satu tanggung jawab terbesar bagi kepemimpinan nasional hasil Pemilu 2024 adalah implementasi Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2021 tentang Desain Besar Olahraga Nasional (DBON). Ini desain rencana strategis nasional yang telah memenuhi syarat perencanaan yang bersifat simultan dan terintegrasi.Rencana strategis itu belum secara optimal dikawal melalui “tangan gagah” kekuasaan eksektuf pada tataran pemerintah pusat dan daerah. Berbagai regulasi yang mengorkestrasikan komponen pusat dan daerah, lintas kementerian dan lembaga, serta peran terbuka masyarakat dan dunia usaha agaknya masih perlu dikaji dan ditata ulang.
Pada 2022, DBON belum bisa berjalan sesuai harapan. Ibarat pepatah “tak ada rotan, akar pun jadi”, pada sepanjang 2023, implementasi “sisipan” DBON bergulir dan diwujudkan dalam bentuk program Sentra Latihan Olahragawan Muda Potensial Nasional (SLOMPN) yang berada di empat perguruan tinggi keolahragaan, yakni Uiversitas Negeri Jakarta, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Surabaya, dan Universitas Negeri Semarang.
Bagaimana tantangan implementasi DBON pada 2024? Pertama, tahun 2024 adalah tahun awal pembuktian DBON adalah “garis-garis besar haluan olahraga nasional” yang memiliki tiga tujuan utama yang merepresentasikan tujuan utuh arah pembangunan olahraga nasional menuju Indonesia Emas 2045.
Tujuan utama DBON adalah meningkatkan budaya olahraga; meningkatkan kapasitas, sinergitas, dan produktivitas olahraga prestasi; dan meningkatkan ekonomi nasional berbasis olahraga. Tujuan tersebut secara simultan menjadi kerangka kerja (frame work) yang semestinya menjadi reorientasi bersama.
Hal yang terpenting adalah sesegera mungkin dilakukan dengan memanfaatkan sensitivitas respons start pada tahun politik 2024. Pemerintahan mendatang semoga lebih menjamin melalui pembuktian bahwa setiap komponen bangsa akan “memandang warna langit yang sama” dalam proses konstruktif pembangunan olahraga menuju capaian Indonesia Emas 2045.
Kedua, DBON merupakan perencanaan strategis yang diupayakan mengundang peran komprehensif stakeholders berkualifikasi “papan atas” dan tata kelola grade tertinggi. Tim koordinasi pusat diketuai langsung oleh Wakil Presiden; wakil ketua adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, ketua pelaksana merangkap anggota adalah Menteri Pemuda dan Olahraga, sedangkan anggota tim terdiri dari 12 menteri terkait.
Sangat luar biasa dan dahsyat karena tim koordinasi DBON ada di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota. Tim koordinasi provinsi diketuai gubernur, sedangkan di kabupaten/kota diketuai oleh bupati/wali kota. Artinya, keberlangsungan DBON di daerah semestinya didukung secara full team oleh 34 gubernur (bahkan, mulai tahun ini 38 gubernur) dan 500-an bupati/wali kota se-Indonesia.
Ketiga, DBON berfungsi memberikan pedoman bagi pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, organisasi olahraga, induk organisasi cabang olahraga, dunia usaha dan industri, akademikus, media, dan masyarakat dalam penyelenggaraan keolahragaan nasional sehingga pembangunan keolahragaan nasional berjalan secara efektif, efisien, unggul, terukur, akuntabel, sistematis, dan berkelanjutan.
Amanah pentingnya adalah DBON hadir sebagai “garis-garis besar haluan keolahragaan” yang menggerakkan seluruh stakeholders olahraga yang mendasar dan sustainable. Sekaligus menjadi koreksi pada program-program akselerasi sebelumnya yang cenderung terlalu fokus pada kinerja “kepanitiaan besar olahraga prestasi” jangka pendek untuk mempersiapkan kontingen pada multi-event tertentu.
Tahun 2024 merupakan tahun “istimewa” bagi segenap proses perwajahan pembangunan bangsa di segala bidang, tanpa terkecuali pembangunan keolahragaan. Eskalasi politik yang meninggi pada pengujung 2023 dan awal 2024 justru berguna menciptakan suasana kebatinan yang lebih memusatkan perhatian pada masa depan bangsa yang lebih baik.
Kontestasi yang acapkali bersanding dengan hiruk pikuk, sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari ekspresi pesta demokrasi. Sambil berharap proses politik berlangsung secara damai, adil, dan terbuka, tentu banyak harapan baru agar wajah keolahragaan pada 2024 dan setelahnya semakin maju dan membaik.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 18 Januari 2024. Penulis adalah guru besar Analisis Kebijakan Pembangunan Olahraga dan Pendidikan Fakultas Keolahragaan Universitas Sebelas Maret)