Esposin, SOLO – Pada 17 Agustus 2024 Indonesia telah 79 tahun merdeka. Setiap warga negeri ini memiliki definisi berbeda-beda mengenai makna kemerdekaan, namun seluruhnya bermuara pada kebebasan.
Kebebasan berbangsa, kebebasan beragama, kebebasan beragumentasi, dan kebebasan beraktivitas seperti olahraga juga merupakan bentuk lain dari kemerdekaan.
Promosi 2,6 juta Pelaku UMKM Dapatkan Akses Pembiayaan KUR BRI di Sepanjang 2024
Pada era modern ini, olahraga telah menjadi bagian integral kehidupan masyarakat. Aktivitas fisik yang dilakukan di ruang publik, seperti area car free day (CFD), seharusnya menjadi sarana untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran.
Kenyataan yang dihadapi banyak orang adalah pencemaran udara akibat asap rokok yang mengganggu kenyamanan dan kesehatan. Kondisi ini mengakibatkan antusiasme masyarakat berolahraga di ruang publik menurun.
Kegiatan seperti penyelenggaraan CFD awalnya dirancang untuk mendorong gaya hidup sehat dan mengurangi polusi udara. Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia perlu mengadopsi kebijakan olahraga tanpa rokok yang komprehensif.
Kebijakan ini harus mencakup kawasan tanpa rokok (KTR), larangan total iklan rokok, larangan promosi rokok, pengaturan ketat sponsor perusahaan rokok, pengaturan ketat penjualan rokok, larangan total pendanaan untuk acara atau beasiswa olahraga oleh perusahaan rokok, dan sosialisasi masif materi berhenti merokok.
Penyediaan informasi dan dukungan berhenti merokok harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam program olahraga dan kesehatan masyarakat. Indonesia sebagai bagian dari komunitas global perlu menyelaraskan kebijakan dengan standar internasional.
Sebanyak 181 negara telah menandatangani kesepakatan mengatasi epidemi global tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang menekankan pentingnya melindungi publik melalui KTR.
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) melalui data yang dipublikasikan pada Juli 2023 menjelaskan lebih dari tujuh juta kematian yang berhubungan dengan perilaku merokok per tahun secara global.
Ini seharusnya menjadi alarm yang membangunkan kesadaran kita. Rokok tidak hanya merusak kinerja dan kesehatan masyarakat, tetapi juga membahayakan kesehatan orang-orang di sekitar melalui paparan asap rokok.
Perokok pasif menerima dampak yang lebih berbahaya untuk kesehatan. Hal ini karena seseorang yang merokok hanya sebagian kecil saja asap yang masuk ke tubuh dan paru-paru.
Sementara asap sisanya yang diembuska terbang ke udara dan bisa secara langsung terhirup oleh orang lain selaku perokok pasif. Sering menghirup asap rokok dapat meningkatkan risiko terkena kanker paru-paru sebanyak 20% hingga 30%.
Menurut WHO, sekitar 1,3 juta manusia meninggal setiap tahun akibat asap rokok, walaupun tidak merokok. Di Indonesia, meskipun sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Produk Tembakau, implementasinya masih jauh dari ideal.
Pasal 35 dan 36 peraturan pemerintah ini sebenarnya melarang berbagai bentuk promosi dan sponsor rokok, namun penegakannya masih lemah. KTR di Indonesia juga belum efektif.
Meskipun sekitar 30% kabupaten/kota telah memiliki peraturam daerah tentang KTR, efektivitas dalam menurunkan prevalensi merokok masih perlu diteliti lebih lanjut.
Kebijakan tentang KTR saat ini cenderung terbatas di wilayah perkotaan, sementara daerah perdesaan sering terabaikan. Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan antirokok, terutama dalam konteks olahraga, beberapa langkah tambahan perlu diambil.
Perluasan cakupan KTR ke wilayah perdesaan, pengetatan pembatasan penjualan rokok di warung-warung dan oleh tenaga penjual atau sales di desa-desa, implementasi larangan merokok di dalam rumah yang dapat menjangkau perkotaan maupun perdesaan, dan peningkatan fungsi pengawasan yang jelas dalam penegakan peraturan daerah tentang KTR.
Pendekatan yang lebih tegas dan komprehensif dalam mewujudkan merdeka berolahraga tanpa rokok ini bukan hanya tentang menciptakan lingkungan olahraga yang sehat, tetapi juga tentang melindungi hak setiap warga negara untuk menghirup udara bersih dan hidup sehat.
Dalam konteks ini, warga negara sebagai perokok pasif adalah korban. Selain asap rokok merugikan kesehatan, hingga kini belum ada perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat, terutama bagi perokok pasif.
Atas dasar ini, keberadaan KTR adalah sebuah keharusan, bukan hanya pilihan. Jika kebebasan beraktivitas menghirup udara segar tanpa asap rokok seperti ketika berolahraga di tempat publik benar-benar terealisasi, ini merupakan wujud kemerdekaan Indonesia yang hakiki.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 21 Agustus 2024. Penulis adalah Manajer Program Solopos Media Group)