Anggaran yang akan dialokasikan pada 2025 tersebut akan digunakan untuk membiayai beberapa program prioritas, seperti peningkatan gizi, renovasi sekolah, hingga pengembangan sekolah unggulan.
Promosi Kick Off Semarak HUT ke-129 BRI, Usung Tema Brilian dan Cemerlang
Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim menjelaskan dari pagu anggaran dalam RAPBN 2025 itu yang senilai Rp83,19 triliun atau sebesar 11,5% dari total anggaran akan difokuskan pada peningkatan kualitas layanan pendidikan.
Perinciannya mencakup, pertama, pemenuhan kebutuhan guru dan tenaga pendidikan serta peningkatan kualitas dan kesejahteraan para pendidik.
Kedua, berfokus pada peningkatan akses ke layanan pendidikan melalui program unggulan program Indonesia pintar dan beasiswa afirmasi untuk anak-anak di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T.
Ketiga, peningkatan kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi melalui berbagai program, salah satunya Kampus Merdeka.
Keempat, peningkatan kualitas pendidikan vokasi, seperti program sekolah menengah kejuruan (SMK) pusat unggulan. Kelima, fokus pada kemajuan kebudayaan, bahasa, dan sastra.
Semua fokus yang mau dijalankan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi itu masih bersifat normatif. Perlu perincian jaminan alokasi anggaran itu tepat sasaran.
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi di pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan merealisasikan fokus-fokus itu sehingga benar-benar tepat sasaran dan sesuai keinginan.
Belajar dari alokasi dan realisasi anggaran pendidikan pada 2024, meskipun anggaran pendidikan memenuhi amanat konstitusi Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945, yakni minimal 20% dari APBN, pada kenyataannya Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi tidak sepenuhnya mengelola semua anggaran pendidikan.
Pada 2024, anggaran yang dikelola kementerian ini hanya 15% atau Rp98,9 triliun dari keseluruhan anggaran pendidikan Rp665 triliun. Pembiayaan perguruan tingg hanya Rp56,1 triliun atau 1,6% dari total APBN.
Kondisi ini masih jauh dari standar ideal yang ditetapkan United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO), yaitu 2% dari APBN untuk pembiayaan pendidikan tinggi.
DPR dan komponen masyarakat sipil peduli pendidikan harus meningkatkan dan menguatkan pengawasan atas realisasi anggaran di sektor pendidikan itu.
Sejauh ini penambahan anggaran pendidikan belum berdampak signifikan terhadap pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan di negeri ini. Masih banyak fasilitas pendidikan yang belum tersentuh pembangunan.
Pemberian beasiswa belum merata, dan bahkan ada semacam praktik pilih kasih. Penguatan dan pengawasan ketat atas realisasi anggaran pendidikan dan kebudayaan di negeri ini bisa membuat anggaran itu bisa sesuai harapan. Pengawasan yang melibatkan seluruh komponen masyarakat dari mulai perencanaan hingga realisasi anggaran.