Esposin, SOLO – Tahun ajaran baru telah tiba. Setiap awal tahun ajaran membawa harapan baru, semangat baru, dan berbagai peluang serta tantangan yang beragam. Bagi guru, momen ini dapat dimanfaatkan untuk merancang strategi pengajaran yang lebih inovatif dan membangun hubungan yang kuat dengan siswa dan orang tua.
Tahun ajaran baru adalah waktu yang tepat untuk memperkuat kerja sama antara sekolah dan orang tua. Komunikasi yang baik antara kedua belah pihak sangat penting untuk mendukung perkembangan siswa.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Pendidikan dapat dikatakan sebagai sarana investasi terbaik oleh setiap individu. Pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan generasi yang berkualitas dan berkontribusi bagi negara dalam menghadapi berbagai tantangan.
Sayangnya, kita sering berfokus pada aspek akademik saja. Kita masih sering menemui anggapan bahwa seorang anak dikatakan berhasil jika ia masuk peringkat 10 besar di kelas, menjuarai lomba tingkat nasional dan internasional, dan semisalnya.
Sebenarnya pendidikan juga digunakan sebagai sarana menyiapkan individu menghadapi berbagai tantangan kehidupan setelah lulus sekolah. Di sinilah pentingnya life skill, keterampilan hidup yang esensial untuk sukses di dunia nyata.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNESCO mengemukakan empat pilar pendidikan yang relevan untuk masa kini dan masa depan, yaitu belajar untuk mengetahui, belajar untuk melakukan, belajar untuk menjadi, dan belajar untuk hidup bersama.
Empat pilar tersebut saling melengkapi dan dirancang untuk menciptakan sistem pendidikan yang holistik atau menyeluruh. Artinya, pendidikan tidak hanya berfokus pada aspek akademis, tetapi juga mengembangkan keterampilan dan nilai-nilai yang diperlukan dalam kehidupan.
Keterampilan hidup atau life skill adalah kemampuan yang dapat membantu individu untuk menghadapi tantangan sehari-hari, misalnya keterampilan komunikasi, pengelolaan emosi, berpikir kritis, manajemen waktu, serta keterampilan sosial yang lainnya.
Seorang guru pasti menemui siswa yang sangat pandai dalam hal akademik, tetapi kesulitan bersosialisasi, misalnya dalam mengerjakan tugas secara berkelompok. Ketika ia berkelompok, sering kali siswa tersebut mengambil alih semua tugas kelompok karena merasa sulit untuk memercayai kemampuan teman.
Contoh lainnya, ada seorang siswa pandai secara akademik, tetapi memiliki kelemahan dalam life skill, terutama dalam hal empati. Sering kali siswa tersebut cenderung defensif dan mudah tersinggung. Ketika ia diminta guru membantu temannya yang belum paham, ia sering merasa frustrasi dan berbicara dengan nada yang tidak menyenangkan.
Itu membuat temannya merasa tidak nyaman dan enggan meminta bantuan lagi. Beberapa contoh ini menggambarkan bahwa meskipun seorang siswa berbakat dan pintar dalam hal akademik, kurangnya life skill seperti komunikasi, kerja sama, dan empati dapat menghambat efektivitas dan berdampak negatif pada kehidupan pribadi.
Ada beberapa cara untuk mengajarkan keterampilan hidup (life skill) kepada siswa. Pertama, integrasi life skill dalam kurikulum. Sekolah dapat mengintegrasikan pengajaran life skill ke dalam kurikulum, misalnya mata pelajaran Bahasa Indonesia bisa digunakan untuk melatih keterampilan komunikasi, mengolah emosi dengan kegiatan apresiasi sastra.
Mata pelajaran Matematika bisa digunakan untuk mengajarkan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, aktivitas ekstrakurikuler. Melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti klub debat, organisasi siswa, atau kegiatan olahraga, siswa dapat mengembangkan berbagai life skill seperti kepemimpinan, kerja sama tim, dan manajemen waktu.
Ketiga, pendampingan dan konseling. Layanan bimbingan konseling di sekolah yang aktif dapat memberikan pendampingan kepada siswa, membantu mereka mengatasi masalah pribadi dan akademik, serta mengembangkan life skill yang diperlukan.
Keempat, peran orang tua. Orang tua juga memiliki peran penting dalam mengembangkan life skill anak. Melalui komunikasi yang baik dan memberikan contoh perilaku yang positif, orang tua dapat membantu anak belajar keterampilan hidup yang esensial.
Menyiapkan siswa SMA untuk dunia nyata tidak hanya tentang memberikan mereka pengetahuan akademik, tetapi juga tentang membekali mereka dengan life skill yang esensial.
Dengan fokus pada pengembangan life skill pada awal tahun ajaran, kita dapat membantu siswa menjadi individu yang lebih siap, tangguh, dan kompeten dalam menghadapi berbagai tantangan pada masa depan.
Kerja sama antara sekolah, guru, dan orang tua sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan life skill bagi siswa. Mari kita jadikan awal tahun ajaran sebagai titik awal membangun generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga siap menghadapi kehidupan nyata dengan percaya diri dan kompeten.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 24 Juli 2024. Penulis adalah guru Bahasa Indonesia di SMA ABBS Solo)