Delapan atau sembilan tahun lalu saat saya berkesempatan berbincang-bincang dengan Bupati Boyolali kala itu, Seno Samodro, dia melontarkan wacana pembangunan infrastruktur yang menjadi pendongkrak perekonomian Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Itu adalah jalan tol Boyolali–Jogja yang pekan lalu diresmikan Presiden Joko Widodo. Kala itu Seno menyebut tol Solo—Jogja akan terintegrasi dengan tol Solo—Semarang. Saat itu saya belum bisa membayangkan Solo, Semarang, Jogja, bahkan Surabaya menjadi empat kota yang terhubung jalan bebas hambatan.
Promosi Beri Kemudahan, Sinergi BRI dan Pelni Hadirkan Layanan Reservasi Tiket Kapal
Saat itu tol trans-Jawa belum sepenuhnya tersambung. Wacana yang saat itu dianggap ”angan-angan” akhirnya terwujud. Ketika saya berbincang-bincang dengan tim di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Boyolali, setahun setelahnya, justru belum bisa memberikan informasi resmi tentang tol Boyolali—Jogja.
Sekarang, masyarakat bisa menikmati Solo-Boyolali-Jogja atau Semarang-Boyolali-Jogja terhubung begitu dekat. Operasional tol Solo—Boyolali—Jogja ditunggu banyak pihak. Infrastruktur ini solusi kendala konektivitas Jawa Tengah dan DIY, lebih khusus lagi Solo dan Jogja.
Infrastruktur yang tidak memadai, jalan raya Solo—Jogja, dikeluhkan banyak pihak. Saya termasuk yang paling antusias menyambut pembukaan tol Solo—Jogja. Setengah tahun terakhir saya punya mobilitas rutin Solo-Klaten. Setiap pekan atau dua pekan sekali.
Bermobilitas Solo-Klaten atau Boyolali-Klaten bukan kategori perjalanan yang menyenangkan. Jika bukan karena akan bertemu putri sulung saya di pondok pesantren, saya sangat enggan wira- wiri Boyolali-Klaten.
Perjalanan dari Boyolali sampai di ibu kota Klaten idealnya berwaktu tempuh 30 menit dengan jarak perjalanan 18,7 kilometer. Dari Solo, dengan jarak sekitar 39 kilometer–45 kilometer, butuh waktu tempuh 44 menit. Itu dalam situasi lalu lintas normal.
Mobilitas rutin yang saya lakukan tiap pekan atau tiap dua pekan sekali itu harus dilakukan pada akhir pekan. Perjalanan Boyolali–Klaten yang idealnya cukup 30 menit bisa mencapai hampir satu jam karena macet di mana-mana.
Dari Solo juga sama. Perjalanan yang idealnya hanya 44 menit bisa mencapai 1,5 jam. Pada Senin (23/9/2024) petang, saya merasakan perjalanan saya ke Klaten dan kembali ke Solo begitu singkat. Hanya 30 menit sekali jalan.
Semua pihak tentu meyakini infrastruktur yang memudahkan masyarakat bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain adalah salah satu syarat untuk menumbuhkan ekonomi di suatu wilayah.
Truk-truk logistik dari Jogja menjadi begitu dekat menuju pelabuhan di Kota Semarang, salah satu pintu keluar Pulau Jawa. Pusat-pusat bisnis besar di Jawa Tengah, seperti Pekalongan, Tegal, dan Semarang terhubung sangat dekat dengan Jogja via Solo dan Boyolali.
Saya berharap proyek jalan tol ini tidak berhenti sampai pencapaian sekarang. Di Jawa Tengah, area Banyumas, Kedu, dan sekitarnya butuh solusi infrastruktur semacam jalan tol. Indonesia yang ingin maju di sektor infrastruktur bisa berkaca pada China.
Laman www.djkn.kemenkeu.go.id menginformasikan panjang jalan tol di China 200.000 kilometer pada akhir 2019. Luas daratan China 9,09 juta kilometer persegi. Rencananya hingga 2035 akan menambah panjang tol menjadi 160.000 kilometer.
Jika dibandingkan dengan Indonesia, jaringan jalan tol di negeri ini masih sangat kecil, hanya sekitar 1% dari yang dibangun China. Pembangunan jalan tol yang masif membuat China bisa mengeksploitasi kemampuan ekonomi daerah sehingga menopang negeri itu menjadi raksasa ekonomi dunia.
Ringkasan artikel ilmiah Pengaruh Jalan Tol terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota/Kabupaten yang Dilalui Jalan Tol Surabaya-Malang menjelaskan jalan tol terbukti meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota dan kabupaten yang dilalui jalan tol Surabaya—Malang.
Variabel produk domestik regional bruto menunjukkan peningkatan dari sebelum terbangun jalan tol dan setelah pembangunan jalan tol sebesar 10%. Pendapatan daerah Provinsi Banten naik karena ada jalan tol Tangerang—Merak.
Pada triwulan III tahun 2013 jalan tol tersebut memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten sekitar 5,7%. Bagaimana kira-kira ekonomi Solo dan Jogja, bahkan Jawa Tengah, setelah ada tol Solo-Jogja? Seberapa besar daya ungkitnya?
Pada 2023, perekonomian Kota Solo, DIY, dan Jawa Tengah sama-sama melemah. Kota Solo pada 2023 tumbuh 5,57%, melambat dibandingkan pada 2022 yang tumbuh 6,25%. DIY tumbuh 5,07% atau sedikit melambat dibandingkan 2022 yang tumbuh sebesar 5,15%.
Jawa Tengah juga demikian, pada 2023 tumbuh 4,98%, turun dari 2022 yang tumbuh 5,31%. Apakah ekonomi tiga wilayah itu akan rebound tahun ini setelah sebagian tol Solo—Jogja dibuka?
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 26 September 2024. Penulis adalah Manajer Program Solopos Media Group)