Esposin, SOLO – Pada Kamis malam, 16 Mei 2024, kawasan Benteng Vredeburg di Kota Jogja bermandikan cahaya warna-warni. Alunan musik dan gerak para penari berpadu harmonis menyemarakkan suasana di situs cagar budaya peninggalan kolonialisme Belanda yang sarat nilai sejarah itu.
Kemeriahan itu bagian peluncuran museum dan cagar budaya sebagai unit baru pada Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Museum dan cagar budaya (MCB) atau Indonesian heritage agency (IHA) adalah wujud transformasi kelembagaan di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan sebagai pengelola 18 museum dan 34 cagar budaya bertaraf nasional.
Promosi BRI Dampingi Petani Jeruk Semboro di Jember Terapkan Pertanian Berkelanjutan
Tranformasi kelembagaan adalah peleburan sejumlah unit pelaksana teknis (UPT) ke dalam satu manajemen dengan status badan layanan umum (BLU). Kebijakan itu menjadikan MCB/IHA sebagai BLU pertama di bidang kebudayaan dan satu-satunya milik negara yang berkomitmen melestarikan cagar budaya terpadu.
BLU sebagai unit kerja pemerintah tentu bukan barang baru di Indonesia. Data Kementerian Keuangan (2024) menjelaskan terdapat 140 BLU di sejumlah rumpun, yaitu 63 BLU pendidikan, 55 BLU kesehatan, 12 BLU barang/jasa, enam BLU pengelola kawasan, dan empat BLU pengelola dana.
BLU dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa tanpa mengutamakan profit dan harus berdasarkan prinsip efisiensi dan produktivitas.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum mengatur BLU memiliki kewenangan yang tidak dimiliki satuan kerja/unit pelaksana teknis.
BLU MCB tentu membuka peluang baru bagi pengembangan kebudayaan, khususnya pengelolaan museum dan cagar budaya. Pertama, fleksibilitas menjadi aspek penting BLU dalam pola pengelolaan keuangan.
Fleksibilitas keuangan memberikan keleluasaan menerapkan praktik bisnis yang sehat untuk memberikan layanan bermutu dan berkesinambungan. Unit kerja tidak perlu menunggu pendanaan dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) setiap tahun dalam pelaksanakan program kerja.
Oleh karena itu, pelestarian menyangkut pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan koleksi museum dan cagar budaya dapat berjalan optimal. Salah satu bentuk konkret ialah konservasi koleksi museum dan cagar budaya yang rentan/rusak dapat segera dilakukan tanpa terkendala anggaran dan pelaksanaan yang ditentukan berdasarkan kegiatan tahunan.
Konservasi menjadi pilar utama pemeliharaan dan pelindungan koleksi museum dan cagar budaya dari perubahan dan kerusakan yang tidak mengenal waktu. Layanan BLU menghasilkan pendapatan yang bisa langsung digunakan menunjang program dan operasional unit kerja.
Kedua, BLU memiliki kewenangan melakukan kolaborasi. Kerja sama operasional dan sumber daya manusia/manajemen. Aspek kerja sama penting untuk membangun kinerja organisasi yang lebih luas dan luwes melalui jejaring atau kemitraan.
Dalam kerja sama operasional, unit kerja dapat mendayagunakan aset milik sendiri atau aset milik mitra dalam perjanjian untuk kepentingan bersama. BLU dapat melakukan kerja sama sumber daya manusia melalui peningkatan kompetensi pegawai dan pelatihan manajerial untuk mengembangkan kapasitas layanan, nilai tambah, dan manfaat aset BLU.
Dalam praktik, optimalisasi aset dapat dilakukan dengan pemanfaatan museum dan cagar budaya sebagai ruang publik yang menunjang aktivitas masyarakat. Dengan pendekatan konsep living heritage, bangunan museum dan cagar budaya didesain menjadi ruang kerja bersama (co-working space), pusat kreativitas (creatif-hub) berbasis kesenian dan sosial-budaya, dan kafe.
Terobosan itu menjadi inovasi mendekatkan dan menghidupkan museum beserta cagar budaya kepada masyarakat sebagai lembaga pendidikan sepanjang hayat yang inklusif, dinamis, dan mengedepankan teknologi digital.
Oleh karena itu, museum dan cagar budaya tidak terkesan statis, kuno, dan berjarak karena semua lapisan masyarakat dapat belajar memaknai sejarah dan nilai budaya sekaligus melakukan aktivitas lain dalam satu kesempatan secara bersamaan.
Kolaborasi sumber daya manusia berupa pengembangan keterampilan bagi pegawai museum terutama kurator, konservator, dan edukator dapat meningkatkan profesionalisme untuk memberikan layanan yang lebih bermutu.
Dengan terobosan itu, MCB diharapkan mendatangkan keuntungan multiefek terutama aspek ekonomi sehingga kebudayaan berdampak luas terhadap pembangunan masyarakat.
Data Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (2024) menunjukkan terdapat 442 museum dan 4858 cagar budaya di seluruh Indonesia. Museum yang dikelola pemerintah daerah dalam kondisi beragam.
Dipengaruhi kemampuan finansial masing-masing daerah provinsi, kabupaten, dan kota yang berbeda-beda. Daerah yang memiliki keuangan tinggi dan komitmen besar terhadap pengembangan museum cenderung dapat mengelola museum dan cagar budaya dengan baik.
Daerah yang memiliki kemampuan keuangan rendah, tentu berdampak terhadap pengembangan museum di wilayah tersebut. Pengembangan museum di daerah tidak optimal karena masih mengadopsi pola manajemen konvensional sehingga tidak berkembang.
Itu diwujudkan dalam bentuk tata pamer koleksi yang tidak menarik dan belum didukung teknologi digital. Kesan museum masih sebatas bangunan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang kuno yang kurang representatif.
Itu berakibat tingkat kunjungan museum rendah. Museum di daerah seharusnya mendapat prioritas pengembangan karena menjadi garda terdepan bagi masyarakat daerah untuk mengenal sejarah dan jati diri mereka.
Transformasi tata kelola museum dalam skema BLU cukup relevan bagi daerah untuk berbenah. Dengan begitu, tranformasi permuseuman dan cagar budaya tidak hanya berlangsung di level nasional, tetapi juga menjangkau daerah untuk mengakselerasi peran museum sebagai ruang edukasi dan rekreasi bagi masyarakat dari berbagai status sosial dan generasi.
Lembar baru pengelolaan museum dan cagar budaya sudah saatnya dibuka sebagai cara menghargai, memuliakan, dan melestarikan kebudayaan bagi kepentingan bangsa untuk saat ini dan masa depan.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 5 Juli 2024. Penulis adalah Pamong Budaya Ahli Pertama di Kabupaten Semarang)