Sekitar 7.000 peserta hadir dalam acara ini atau lebih dari tiga kali lipat jumlah peserta yang hadir pada IISF tahun lalu. Mereka merupakan bagian dari 11.000 orang dari 53 negara yang telah mendaftar ke forum IISF.
Promosi Beri Kontribusi Nyata, BRI Peduli Adakan Pemeriksaan Kesehatan Gratis
Dengan jumlah peserta sebanyak itu, IISF 2024 disebut-sebut sebagai pertemuan aksi iklim terbesar kedua di kawasan Asia Pasifik setelah Konferensi Perubahan Iklim atau COP Ke-29 yang akan diselenggaran di Baku, Azerbaijan, pada 11-24 November 2024.
Melihat antusiasme itu, pemerintah menyatakan tahun depan IISF akan kembali digelar. Bali ditunjuk sebagai tuan rumah dengan skala yang lebih besar. IISF 2024 melahirkan sejumlah kesepakatan terkait komitmen tentang iklim.
Kesepakatan itu, antara lain, tentang ekspor listrik energi terbarukan 3,4 gigawatt, penanganan sampah plastik di sungai-sungai di Indonesia, pengembangan pusat riset rumput laut internasional, studi bersama kelayakan penangkapan karbon, pengembangan proyek pembangkit energi ombak di Nusa Tenggara Timur, dan pengembangan program blue halo S.
Kesepakatan ini semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci dalam perubahan iklim dan bersuara terdepan dalam pertumbuhan hijau untuk ekonomi berkembang. Semangat kolaborasi yang kuat dari IISF membangkitkan harapan dalam menanggulangi krisis iklim.
Indonesia berperan penting mempertahankan momentum yang dihasilkan dalam dua hari penyelenggaraan IISF dengan mengubah gagasan yang mengemuka dan disepakati menjadi tindakan yang bermakna.
Pertemuan selama dua hari tersebut mencakup penandatanganan sejumlah nota kesepahaman di bidang-bidang penting yang mencakup interkoneksi listrik lintas batas, penangkapan karbon, percepatan transisi energi, transisi hijau dalam transportasi, dan beberapa kesepakatan penting lainnya yang terkait adaptasi dan mengatasi dampak perubahan iklim yang menjelma menjadi krisis iklim.
Pendekatan kolaboratif, berperikemanusiaan, dan kolaborasi antara negara maju dan berkembang serta kolaborasi antarpemangku kepentingan di dalam negeri sangat penting untuk membumikan kesepakatan-kesepakatan dalam IISF 2024.
Kesepakatan-kesepakatan itu harus dibumikan menjadi tindakan nyata yang melibatkan seluruh elemen negeri ini untuk berdapatasi dan mengatasi dampak perubahan iklim yang menjelma menjadi krisis iklim.
Dalam urusan menjaga kelestarian alam dan beradaptasi terhadap perubahan iklim kolaborasi bukan pilihan dan kemanusiaan bukan opsi, melainkan sebuah keharusan dan kewajiban.
Jangan sampai ini hanya menjadi jargon, tetapi harus menjadi langkah nyata yang dilakukan bersama-sama di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Sangat penting penerjemahan aksi nyata adaptasi pada perubahan iklim di tingkat keluarga dan lingkungan terdekat.