Esposin, SOLO – Solo Keroncong Festival (SKF) 2024 di Pamedan Pura Mangkunegaran pada 19-20 Juli 2024 menarik animo tinggi masyarakat luas. Esai ini adalah dukungan akademik terhadap konsistensi penyelenggaraan event tahunan Solo Keroncong Festival yang sudah berjalan 16 tahun.
Esai ini sekaligus kritik akademik kepada pemerintah Indonesia yang membiarkan imperialisme budaya asing, terutama budaya Korea (Korea Selatan), masuk dengan sangat leluasa dan merajalela di seluruh negara kita.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Data hasil penelitian Masrurroh (2023) menunjukkan lebih dari 50% topik yang dicari melalui Google Search adalah musik Korea. Dampak arus deras budaya K-Pop ini telah merasuk sangat dalam pada kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Mulai gaya berpakaian, penggunaan kosmetik, hingga profil/wujud jajanan rakyat pun meniru ciri khas makanan Korea, yaitu berwarna merah, yang menimbulkan kesan pedas.
Seorang sosiolog berdarah Jamaika yang kemudian menjadi warga negara Inggris, Stuart Hall, memiliki kontribusi penting dalam studi budaya. Salah satu teori terkenalnya adalah tentang representasi.
Representasi melibatkan cara kita memahami diri kita sendiri, orang lain, dan dunia di sekitar kita. Representasi budaya dapat memperkuat atau meruntuhkan kekuasaan, tergantung pada siapa yang mengontrol narasi.
Berkaitan dengan representasi budaya yang bernuansa politis, semasa penjajahan Jepang, pemerintah pendudukan Jepang pernah melarang musik keroncong, terutama Keroncong Tugu yang berirama rancak penuh semangat dan cepat (Sari dan Alrianingrum, 2015).
Apabila kita melihat sejarah, masuknya musik keroncong ke Indonesia bertepatan dengan pendaratan ekspedisi Portugis di Semenanjung Malaka dan Kepulauan Maluku pada1512. Musik yang dibawa orang Portugis dikenal dengan fado yang merupakan embrio musik keroncong.
Asal nama “keroncong” dari terjemahan bunyi alat musik semacam gitar kecil dari Polynesia (ukulele) yang berbunyi crong-crong-crong (Sari dan Alrianingrum, 2015). Melalui musik, orang-orang Portugis dapat diterima dengan “damai” oleh orang-orang Maluku yang memang menyukai musik.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa musik merupakan soft power dalam diplomasi politik. Dalam perkembangannya musik keroncong masuk ke Pulau Jawa pada abad ke-20 yang bentuknya kemudian dipengaruhi musik-musik daerah (tradisional), terutama di Jakarta, Jawa Tengah (Solo dan Jogja), dan di Jawa Timur (Surabaya).
Dalam konteks kekuatan musik sebagai political soft power, kelompok musik K-Pop yang terdiri tujuh personel yang disebut Bangtan Sonyeondan (BTS) juga tampak peran politiknya.
BTS diberi tempat untuk berpidato di Perserikaan Bangsa-Bangsa atau PBB pada 2018 dan secara gamblang menyatakan musik K-Pop mereka tidak hanya mendukung pendapatan negara melalui industri kreatif, namun adalah soft power dalam diplomasi Korea Selatan ke seluruh dunia (Timbuleng dan Hanan, 2023).
Hal lain yang disoroti Stuart Hall adalah budaya bukanlah sesuatu yang tetap dan statis (being), melainkan suatu proses yang terus berkembang (becoming). Budaya menjadi ciri pembeda/positioning dengan budaya lain yang ada di sekitarnya.
Pandangan ini mencerminkan pemahaman bahwa budaya tidak hanya terdiri atas norma, nilai, dan praktik yang sudah ada, tetapi juga melibatkan perubahan, adaptasi, dan transformasi seiring waktu dengan tetap mempertahankan ciri khas yang dimiliki.
Dalam konteks Solo Keroncong Festival 2024, saya melihat slogan ”Becik Ketitik, Keroncong Ketara” sebagai keunikan keroncong Solo yang terlihat sebagai ciri pembeda atau positioning dari budaya lain.
Sedangkan tema Keroncong Experience yang diusung panitia Solo Keroncong Festival 2024 merupakan upaya panitia masuk dalam ranah global dan hibriditas budaya karena dalam era globalisasi budaya tidak lagi terbatas pada batas geografis.
Budaya-budaya berinteraksi, saling memengaruhi, dan menciptakan bentuk-bentuk baru. Saya memaknai penampilan keroncong fussion oleh penyanyi keroncong legendaris Waldjinah dan Peni Chandra Rini sebagai upaya mewujudkan hibriditas.
Sedangkan penampilan artis Malaysia Siti Nurhaliza bersama Sekolah Menengah Kebangsaan Johor Malaysia dan kelompok Nobat Kota Singa dari Singapura memberikan nuansa internasional dalam Solo Keroncong Festival 2024.
Sebagai sebuah esai kritis akademis, esai ini tidak hanya melontarkan kritik, tetapi berusaha menawarkan masukan dalam kosakata global dan hibriditas ini.
Setelah melihat banyak event organizer profesional sukses menggelar konser-konser musik internasional di Indonesia, dalam penyelenggaraan Solo Keroncong Festival selanjutnya panitia dapat menjajaki kerja sama dengan event organizer profesional kaliber internasional ini.
Dengan realita bahwa BTS telah menjadi legenda K-Pop, penyanyi keroncong legendaris Waldjinah featuring BTS dapat dicoba seperti pada Solo Keroncong Festival 2023 yang menghadirkan boyband Korea Xodiac.
Dengan kekuatan negosiasi Presiden Joko Widodo saat ini dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden terpilih untuk periode pemerintah selanjutnya yang notabene adalah ”wong Solo” hal ini dapat diwujudkan.
Upaya ini juga merupakan dorongan agar keroncong dapat segera tercatat di UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia yang hingga hari ini masih terus kita upayakan.
Seperti pendapat Stuart Hall bahwa budaya adalah proses yang dinamis, terus berubah, dan selalu dalam perjalanan menuju sesuatu yang baru dapat terus digali, semoga Solo Keroncong Festival makin mengglobal dan membuka kolaborasi setara budaya Indonesia dengan budaya luar Indonesia.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi26 Juli 2024. Penulis adalah dosen Fakultas Komunikasi dan Desain Kreatif Universitas Budi Luhur Jakarta)