Penyakit kardiovaskular masih menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat. Data dari World Health Organization (WHO) memperkirakan 17,9 juta kematian setiap tahunnya diakibatkan oleh penyakit ini.
Kondisi ini menempatkan penyakit kardiovaskular sebagai penyebab kematian tertinggi di dunia.Sebagian besar kasus kematian tersebut disebabkan oleh penyakit jantung koroner khususnya sindrom koroner akut atau yang dikenal sebagai serangan jantung.
Promosi Layanan Wealth Management BRI Raih Penghargaan Best Private Bank for HNWIs
Di Indonesia sendiri angka kematian akibat penyakit kardiovaskular mencapai 651.481 kasus dan penyakit jantung koroner bertanggung jawab menjadi penyebab pada 245.343 kasus kematian.
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan bagian dari spektrum penyakit jantung koroner yang memiliki risiko kematian tertinggi. Pada kondisi ini terjadi penurunan aliran darah ke otot jantung yang utamanya diakibatkan penyumbatan pembuluh darah koroner.
Penyumbatan ini selanjutnya mengakibatkan gangguan suplai oksigen serta nutrisi otot jantung dan dapat berujung pada kematian.
Nyeri dada merupakan gejala yang paling sering dirasakan pada pasien SKA hingga pada 80% kasus. Nyeri dada, dalam istilah medis disebut angina pectoris, dan dikenal masyarakat awam dengan istilah angin duduk. Nyeri ini dapat menjalar ke lengan kiri, punggung, leher ataupun rahang.
Pada kondisi SKA nyeri dada ini seringkali dirasakan intensitasnya meningkat dengan durasi lebih dari 20 menit. Keberadaan nyeri dada dengan karakteristik seperti ini dapat menjadi tanda yang spesifik terjadinya SKA.
Parameter waktu berperan penting pada penanganan pasien dengan SKA.Penanganan cepat dan tepatakan meminimalkan kerusakan otot jantung dan menurunkan risiko komplikasi serta kematian.
Oleh sebab itu pada penanganan pasien dengan SKA dikenal konsep “time is muscle” yang menggambarkan pentingnya kecepatan penanganan pada pasien SKA. Setiap waktu yang berlalu tanpa penanganan yang tepat dapat menyebabkan kerusakan permanen pada otot jantung dan berakhir pada komplikasi bahkan kematian pasien.
Salah satu tantangan besar agar pasien dapat ditangani secara cepat dan memperpendek “total ischaemic time”adalah terjadinya keterlambatan baik karena faktor pasien maupun faktor sistem layanan kesehatan.
Faktor pasien ini merujuk pada keterlambatan pasien dalam mencari bantuan medis setelah merasakan gejala, sedangkan faktor sistem layanan kesehatan berhubungan dengan penanganan pasien pada fasilitas kesehatan hingga tatalaksana untuk mengembalikan aliran darah yang terhambat tercapaimisalnya dengan intervensi koroner perkutan.
Pada faktor pasien, kurangnya pengetahuan mengenai tanda dan gejala SKA, atau mencoba menangani sendiri tanpa dibawa ke rumah sakit, menjadi penyebab utama keterlambatan tersebut terjadi.
Peringatan Hari Jantung Sedunia (World Heart Day) tahun ini pada 29 September 2024 mengusung tema Use Heart for Action.
Mengenal gejala sindrom koroner akut adalah action sederhana yang dapat dilakukan individu untuk peduli terhadap kesehatan dan keselamatan jantung. Setiap detik berharga bagi keselamatan jantung pada sindrom koroner akut.
Dengan kesadaran individu dan kerja sama semua pihak kedepan kita berharap semoga masalah serius dibidang kardiovaskular ini dapat tertangani dengan lebih baik.
Pada tahun 2024 ini, upaya edukasi melalui penggunaan teknologi dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) dengan menggunakan aplikasi DETAK-C. Pada aplikasi ini pengguna dapat melaporkan gejala yang dialami serta mendapat panduan awal serta informasi fasilitas kesehatan rujukan terdekat.
Hal ini dapat menjadi langkah awal agar masyarakat dapat mengenal serta melaporkan keluhan yang dialami, termasuk kemudian mencari bantuan penangan medis terdekat.
Artikel ini ditulis oleh dr. Irnizarifka, SpJP, SubSp.Ar(K), FIHA, FAPSC, FAsCC, FHFA dan Dr. dr. An Aldia Asrial, SpJP, FIHA