Bagi masyarakat di daerah, pemilihan kepala daerah (pilkada) lebih menarik dibandingkan pemilihan umum (pemilu) atau pemilihan presiden karena alasan kelokalan. Pilkada lebih bersinggungan dengan nasib mereka secara langsung hingga lima tahun ke depan.
Suasana pilkada nyaris sama dengan pemilihan kepala desa (pilkades). Kepentingan pribadi, keluarga, lingkungan, atau kelompok jamak dipertaruhkan. Karena itulah, kampanye pilkada 2024 yang diselenggarakan secara serentak pada 25 September 2024 hingga 23 November 2024 mestinya terasa lebih mengakar.
Promosi BRI Klasterku Hidupku Dorong Pemberdayaan Perempuan lewat Usaha Tani di Bali
Pilkada meniscayakan para calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah menemui berbagai elemen masyarakat di tingkat kabupaten/kota bagi calon bupati-calon wakil bupati dan calon wali kota-calon wakil wali kota dan di tingkat provinsi untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur.
Demikian pula yang terjadi di Soloraya. Pilkada 2024 di wilayah Soloraya boleh dikatakan semuanya berbasis kekuatan lokal. Tak ada kandidat dengan ketokohan dan keterkenalan yang lebih dominan daripada yang lainnya. Persaingan hanya antara petahana dan kandidat baru.
Dari tujuh kabupaten/kota, hanya Kabupaten Sukoharjo yang memunculkan kotak kosong karena hanya ada satu pasang kandidat bupati dan kandidat wakil bupati yang diusung koalisi partai politik. Kandidat bupati dan kandidat wakil bupati dari jalur independen gugur lantaran tidak memenuhi syarat.
Realitas ini meniscayakan persaingan merebut suara benar-benar berbasis kekuatan dan sumber daya politik lokal. Partai politik pengusung dan pendukung bisa saja mendatangkan tokoh nasional lewat jalur partai politik saat kampanye, tapi pengaruhnya tidak akan mengakar.
Kampanye pilkada jangan hanya diisi acara hura-hura yang potensial menimbulkan konflik dan kemacetan karena bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat. Itu model kampanye lawas yang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Pada masa sekarang, alih-alih mendatangkan simpati lalu menjatuhkan pilihan kampanye dengan hura-hura di jalan justru berefek buruk bagi para calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. Kampanye hura-hura hanya menghadirkan antipati bagi calon kepala daerah dan calon kepala daerah yang didukung.
Masyarakat kini cerdas untuk menjatuhkan pilihan mereka kepada calon kepala daerah yang memberi dampak positif bagi kehidupan mereka kelak. Kampanye harus dilakukan dengan simpatik, menjaga ketertiban, dan lebih efektif menyasar konstituen demi mencegah polarisasi yang mengakar.
Kampanye wajib menghindari ujaran kebencian, hoaks, dan menyerang personal. Sebaiknya tiap calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah bertarung ide dan gagasan.
Setiap pasangan kandidat kepala daerah dan kandidat wakil kepala daerah bersama tim sukses dan partai politik pendukung seharusnya fokus pada gagasan dan program yang akan dilakukan lima tahun mendatang saat terpilih agar perbincangan publik fokus menelaah secara kritis gagasan yang ditawarkan. Ada waktu dua bulan bagi kandidat kepala daerah dan wakil kepala daerah mengambil hati pemilih melalui kampanye yang cerdas dan beradab.