Esposin, SOLO – Memasuki era baru pembangunan nasional, Indonesia menatap masa depan dengan penuh optimisme. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 mengantarkan cita-cita bangsa untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara Nusantara berdaulat, maju, dan berkelanjutan.
Di antara pilar-pilar penyangganya, kesehatan menjadi sektor krusial, memegang peran fundamental. Di balik gemilang visi tersebut terbentang berbagai isu strategis kesehatan yang perlu diurai dan diatasi.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
Beban ganda penyakit, transisi demografi, dan kesenjangan akses layanan kesehatan masih menjadi tantangan utama. Tantangan ini diperparah dengan kemunculan penyakit-penyakit baru dan kompleksitas sistem kesehatan yang kian meningkat.
Transisi demografi, dengan pertambahan populasi warga lanjut usia atau lansia yang signifikan, juga menghadirkan tantangan baru. Usia harapan hidup yang semakin panjang diiringi meningkatnya penyakit degeneratif dan kebutuhan layanan kesehatan yang lebih kompleks.
Kesenjangan akses layanan kesehatan, terutama di wilayah terpencil dan terluar, masih menjadi hambatan besar dalam mewujudkan kesehatan yang merata dan berkeadilan.
Ketimpangan infrastruktur, distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata, dan keterbatasan finansial masyarakat menjadi faktor utama yang perlu diatasi.
Pada era globalisasi yang penuh dinamika, kesehatan bukan hanya hak fundamental individu, tetapi juga aset strategis bagi kemajuan bangsa. The Grossman Model of Health Capital, sebuah kerangka pemikiran ekonomi, menawarkan perspektif yang berharga dalam memahami hubungan antara investasi dalam kesehatan dan kesejahteraan individu maupun masyarakat secara keseluruhan.
Dalam model Grossman, individu dianggap sebagai produsen dan konsumen kesehatan. Mereka mengalokasikan sumber daya, termasuk waktu dan uang, untuk investasi dalam kesehatan dengan harapan kesehatan yang lebih baik akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan pada masa depan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada tahun 2023 total pengeluaran untuk kesehatan di Indonesia mencapai Rp606,3 triliun, setara dengan 4,8% dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Angka ini menunjukkan komitmen pemerintah meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, persentase pengeluaran kesehatan terhadap PDB pada tahun 2023 menunjukkan sedikit peningkatan.
Hal ini sejalan dengan fokus pemerintah meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan mencapai target RPJPN 2025-2045. Angka ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Singapura, misalnya, mengalokasikan 5,3% PDB untuk kesehatan, sedangkan Malaysia 4,9%. Studi terbaru oleh Wibowo et al. (2023) dalam Jurnal Ekonomi Kesehatan mengungkapkan investasi dalam pendidikan dan kesehatan memiliki korelasi positif yang signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia.
Hasil penelitian ini mendukung implikasi bahwa kesehatan yang lebih baik dapat meningkatkan produktivitas ekonomi. Dengan demikian, meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan adalah investasi yang berdampak positif terhadap ekonomi nasional.
Dalam konteks kebijakan, penerapan model Grossman di Indonesia dapat diwujudkan melalui beberapa strategi. Pertama, peningkatan anggaran kesehatan publik untuk memperluas cakupan layanan kesehatan dasar, khususnya di daerah terpencil.
Kedua, program edukasi kesehatan yang berkelanjutan untuk mendorong perilaku hidup sehat dan preventif. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan program edukasi kesehatan seperti pos pelayanan terpadu atau posyandu memiliki dampak positif pada peningkatan status kesehatan ibu dan anak di berbagai daerah.
Selain itu, pentingnya infrastruktur kesehatan yang memadai tidak dapat diabaikan. Menurut laporan World Bank (2021), investasi dalam infrastruktur kesehatan seperti rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat atau puskesmas di Indonesia masih jauh dari ideal.
Peningkatan fasilitas kesehatan akan memastikan akses yang lebih merata dan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat. Dalam menghadapi tantangan demografi, ketika populasi lanjut usia semakin meningkat, investasi dalam kesehatan menjadi semakin penting.
Program-program seperti Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dapat ditingkatkan untuk fokus pada pencegahan penyakit kronis dan promosi kesehatan di kalangan warga lansia.
Membangun masa depan sehat dan ekonomi berkelanjutan di Indonesia membutuhkan komitmen dan sinergi semua pihak. Pemerintah, sektor swasta, komunitas, dan individu harus bekerja sama mewujudkan visi ini.
Kesehatan dan ekonomi berkelanjutan saling terkait erat. Investasi dalam kesehatan meningkatkan produktivitas dan partisipasi angkatan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya, ekonomi yang kuat dapat mendanai sistem kesehatan yang lebih baik, meningkatkan akses layanan kesehatan, dan memperpanjang harapan hidup.
Membangun masa depan yang sehat dan ekonomi berkelanjutan membutuhkan upaya bersama untuk mencapai keseimbangan antara kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dengan kelestarian lingkungan dan sumber daya alam.
Dengan mengoptimalkan modal kesehatan dan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, Indonesia dapat mewujudkan cita-cita menjadi negara maju, adil, dan sejahtera bagi seluruh rakyat.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 19 Juli 2024. Penulis adalah tenaga ahli, peneliti, dan analis kebijakan publik di SmartID)