Bank Dunia menyatakan harga beras di Indonesia 20% lebih mahal daripada harga beras di pasar global. Saat ini harga beras di Indonesia konsisten tertinggi di kawasan Asia Tenggara.
Penyebab harga beras tinggi beberapa hal, antara lain, kebijakan pemerintah tentang pembatasan impor, kenaikan biaya produksi, dan pengetatan tata niaga melalui nontarif.
Promosi BRI Klasterku Hidupku Dorong Pemberdayaan Perempuan lewat Usaha Tani di Bali
Kebijakan yang mendistorsi harga menaikkan harga produk dan mengurangi daya saing pertanian. Penilaian Bank Dunia layak diposisikan sebagai pemicu untuk mengoreksi realitas pengelolaan sektor pertanian dalam negeri.
Penilaian Bank Dunia menyajikan fakta harga beras di dalam negeri yang tinggi tak sebanding dengan pendapatan petani lokal. Hasil Survei Pertanian Terpadu Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari US$1 atau Rp15.199 per hari. Pendapatan petani per tahun hanya \US$341 atau Rp5,2 juta.
Bank Dunia mencatat saat ini hanya 31% penduduk Indonesia yang mampu mendapatkan makanan sehat lantaran sebagian penduduk yang lain sulit membeli makanan bergizi, seperti daging, telur, ikan, dan sayuran.
Harga beras yang tinggi mempersulit konsumen miskin di Indonesia membeli makanan bergizi. Kenaikan harga beras seharusnya menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan. Indonesia memiliki ambisi menjadi negara maju pada 2045.
Langkah awal yang penting adalah memastikan keterjangkauan harga pangan, khususnya beras, sebagai salah satu sumber gizi bagi pembentukan sumber daya manusia (SDM).
Menyanggah penilaian Bank Dunia bukan langkah bijaksana. Yang penting adalah menggunakan data dan penilaian Bank Duni itu untuk melihat lagi realitas pengelolaan sektor pertanian tanaman pangan yang tak kunjung menyejahterakan petani dan pada saat yang sama harga jual ke konsumen makin mahal.
Kerendahan hati memosisikan diri demikian akan positif bagi pembangunan dan pewujudan kedaulatan pangan, syukur bisa segera menghentikan impor beras
Sebagai komoditas pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia, kenaikan harga beras jelas memengaruhi stabilitas ekonomi, terutama bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah.
Salah satu penyebab utama kenaikan harga beras adalah kurangnya pasokan dibandingkan tingginya permintaan. Untuk mengatasi pemerintah perlu meningkatkan kapasitas produksi padi lokal, antara lain, dengan pengembangan teknologi pertanian seperti irigasi yang efisien, penggunaan benih padi unggul, hingga pemutakhiran alat-alat pertanian.
Regenerasi petani penting untuk menjaga dan meningkatkan produksi beras. Ketergantungan pada beras sebagai sumber pangan utama juga menjadi faktor kenaikan harga.
Diversifikasi pangan perlu terus ditingkatkan sebagai pengalihan konsumsi ke sumber karbohidrat lain, seperti jagung, ubi, atau singkong yang dapat membantu menstabilkan harga beras.
Untuk mengatasi masalah yang kemungkinan akan terus berlanjut ini diperlukan berbagai langkah strategis yang melibatkan pemerintah, pelaku usaha pertanian, hingga masyarakat umum.
Dengan langkah-langkah strategis yang dilakukan secara konsisten dan terstruktur diharapkan harga beras dapat lebih stabil dan terjangkau bagi seluruh masyarakat.