Esposin, SOLO – Era digital mengubah perilaku banyak orang. Salah satunya kebiasaan menghabiskan waktu dengan mengakses media sosial hingga berjam-jam.
Data We Are Social (perusahaan bidang riset, salah satunya tentang penggunaan media sosial) Januari 2024 menunjukkan rata-rata pengguna gadget menghabiskan waktu mengakses media sosial mencapai sekitar dua jam 23 menit setiap hari.
Promosi Berlimpah Hadiah, BRImo FSTVL Hadir Lagi untuk Pengguna Setia Super Apps BRImo
Pada era digital, media sosial dengan beragam platform seperti Instagram, Tiktok, Youtube, dan Facebook menjadi alat beragam kepentingan. Urusan politik, hiburan, ekonomi, pendidikan, sosial, parenting, flexing alias pamer, dan lain-lain semua ada di situ.
Urusan pribadi rumah tangga pun lengkap, mulai dari tentang pelakor (perebut lelaki orang), kekerasan dalam rumah tangga, dan kontroversi lainnya ada. Saya mencoba memilah dan mengibaratkan media sosial sebagai gudang, perpustakaan, dan tempat sampah.
Sebagai gudang karena di media sosial banyak tersimpan hal-hal yang suatu saat dicari lagi. Sebagai perpustakaan karena di media sosial tersimpan beragam informasi penting yang bisa memperkaya pengetahuan dan wawasan.
Sebagai tempat sampah karena media sosial juga menampung konten-konten hoaks, menghasut, dan konten-konten lain yang masuk golongan tidak pantas dilihat apa lagi dibaca.
Tampilan konten di akun media sosial masing-masing orang pasti berbeda-beda. Hal itu bergantung dari seberapa sering mereka menikmati konten yang tersaji.
Algoritma akan bekerja kemudian menyuguhkan konten di for you page (FYP) atau halaman untuk Anda. Semakin sering pengguna media sosial membaca konten tentang parenting, informasi soal parenting yang akan mendominasi akun tersebut.
Contoh lain, semakin sering mengakses atau membaca informasi seputar otomotif, konten otomotif akan makin banyak muncul. Begitu pula bila konten hoaks yang tiap hari dibaca, halaman untuk Anda akan diisi dengan konten-konten hoaks.
Media sosial sebenarnya bisa juga bermanfaat bila kita mau selektif. Pilih konten yang bermakna positif, bukan negatif. Paling mudah, coba pilih dulu akun yang ingin dibaca.
Misalnya akun milik pemerintah karena di situ akan disampaikan informasi-informasi terkait program-program untuk masyarakat. Pilihan lainnya bisa akun perusahaan yang juga berisi konten menarik dan penting.
Anda juga bisa memilih akun lembaga kesehatan, misalnya rumah sakit. Selain informasi layanan kesehatan, di situ terkadang disampaikan pula informasi tentang kiat-kiat seputar kesehatan. Suatu saat informasi-informasi tersebut akan berguna bagi Anda.
Akun lainnya yang bisa juga Anda ikuti adalah perbankan. Kenapa? Kehidupan kita tidak akan lepas dari persoalan keuangan. Akun-akun keuangan ini memberikan berbagai layanan, produk hingga kiat seputar keuangan.
Merasa garing? Anda bisa mulai bergeser ke akun artis yang memberikan informasi tentang kegiatan mereka. Konten ini anggaplah sebagai hiburan Anda dan agar tidak fear of missing out atau FOMO. Tentu saja Anda juga harus selektif memilih artis yang akan diikuti (follow).
Hal yang harus dihindari adalah akun-akun anonim atau tidak jelas pemiliknya, apalagi bila akun itu menyajikan informasi hoaks, konten menghasut, bahkan mengadu domba.
Tidak ada aturan yang mengharuskan kita mengikuti akun tertentu, tapi setidaknya kita bisa menentukan akun media sosial kita akan dijadikan tempat sampah, gudang, atau perpustakaan.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 14 Agustus 2024. Penulis adalah Manajer Senior Solopos Media Group)