Pengumuman pengunduran diri dari jabatan menteri itu disampaikan Mahfud dengan menunjukkan surat pengunduran dirinya di depan Pura Ulun Danu di tengah Danau Tirta Gangga, Desa Swastika Buana, Kecamatan Seputih Banyak, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung pada Rabu (31/1/2024).
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Langkah Mahfud mengundurkan diri dari jabatan menteri itu jelas terkait erat dengan posisinya saat ini sebagai calon wakil presiden nomor urut 3. Ia menjadi calon wakil presiden yang diusung PDIP bersama koalisi partai-partai politik pendukung berpasangan dengan calon presiden Ganjar Pranowo.
Pengunduran diri Mahfud itu dilakukan dalam waktu dua pekan menjelang pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 pada Rabu (14/2/2024) mendatang.
Apa pun motif di balik pengunduran diri dari jabatan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan itu adalah jalan politik yang dipilih dan ditempuh Mahfud.
Dalam analisis politik demikian pasti ada gejala di permukaan dan gejala di bawah permukaan. Gejala permukaan yang ditunjukkan Mahfud dengan mengundurkan diri dari jabatan menteri sebelum pemungutan suara Pemilu 2024 itu layak diapresiasi.
Berdasarkan penjelasan saat menunjukkan surat pengunduran dirinya dari jabatan Menteri Koordinatir Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud berkata ia ingin menghindari konflik kepentingan dan intervensi politik dalam menapaki jalan politik menjadi calon wakil presiden.
Terbaca kehendak kuat untuk menghilangkan konflik kepentingan antara posisi sebagai menteri aktif dengan kepentingan politik di jalan kontestasi Pemilu 2024 menjadi calon wakil presiden.
Gejala permukaan yang bisa dibaca adalah kehendak menjunjung etika bernegara dan berkontestasi dalam Pemilu 2024. Mahfud mengartikulasikan keresahan atas permainan kekuatan politik tertentu yang menihilkan etika berpolitik, meminggirkan asas kepatutan, dan lebih jauh lagi mengabaikan nilai-nilai moral.
Ia hendak melepaskan diri dari kecenderungan itu saat menapaki jalan politik menjadi calon wakil presiden. Ia menyadari posisinya sebagai menteri rawan juga disalahgunakan—berpolitik nir-etika—sehingga ia memilih jalan meninggalkan jabatan kenegaraan dan jabatan politik itu agar lebih leluasa menapaki jalan kontestasi Pemilu 2024.
Dalam perspektif itu Mahfud menunjukkan contoh baik. Ia ingin menghormati aturan main, menjunjung tinggi etika dalam politik praktis, dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan. Mahfud sekaligus ingin membersihkan diri dari segala prasangka buruk tentang penyalahgunaan jabatan, fasilitas negara, dan lainnya yang melekat sebagai menteri dalam menjalani status sebagai kontestan Pemilu 2024.
Gejala bawah permukaan—yang tidak bisa dibaca dengan jelas—pasti juga terkait kehendak meningkatkan elektabilitas dalam kontestasi Pemilu 2024, apalagi ada kandidat lain yang juga sama-sama menduduki jabatan menteri dan jabatan publik lain, tapi mereka tidak atau belum mengundurkan diri dari jabatan tersebut.
Pada urusan ini, biarlah ini menjadi jalan politik pilihan Mahfud. Toh, jalan yang dia pilih memang baik: mencegah penyalahgunaan kekuasaan, menjunjung etika, dan menghindari konflik kepentingan. Ia layak menjadi contoh baik.