by Redaksi - Espos.id Kolom - Kamis, 13 Juni 2024 - 09:55 WIB
Mereka adalah Galang Hermawan dan Landri Sumarno. Mereka dilaporkan ke Polres Karanganyar oleh Direktur PT Rumpun Sari Kemuning, pengelola kebun teh Kemuning, Andri Nurul Huda.
Opini Galang dan Landri yang sebagian diunggah di media sosial adalah tentang eksploitasi kebun teh yang bisa berujung kerusakan lingkungan kini terjadi di kawasan Segara Gunung. Alih fungsi lahan mengancam ekosistem dan sumber daya air.
Galang dan Landri instensif mempersoalkan eksploitasi kebun teh Kemuning yang berujung alih fungsi lahan, kerusakan bentang alam, dan dipastikan memunculkan efek kerusakan lingkungan dalam jangka panjang.
Galang dan Landri instensif mempersoalkan eksploitasi kebun teh Kemuning yang berujung alih fungsi lahan, kerusakan bentang alam, dan dipastikan memunculkan efek kerusakan lingkungan dalam jangka panjang.
Warga di kawasan sekitar kebun teh itu, yang hidup dan mendapatkan air bersih dari ekosistem lingkungan di sana, tidak pernah diajak berbicara, tidak pernah dilibatkan dalam semua konsep dan praksis eksploitasi lahan dan alih fungsi lahan.
Kini mereka mulai merasakan dampak buruk kerusakan lingkungan itu. Pelaporan dua orang warga yang layak disebut pembela dan penjaga lingkungan itu jelas tidak proporsional.
Polisi tak sepatutnya memproses hukum dua orang penjaga dan pembela lingkungan itu. Kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan—para penjaga dan pembela lingkungan—seperti Galang dan Landri merupakan langkah mundur dan tak selaras dengan konsensus internasional tentang pembangunan berkelanjutan.
Menjaga kelestarian lingkungan, mencegah kerusakan alam, dan mencegah bencana yang bersumber alih fungsi lahan secara sembarangan adalah bagian penting dari perjuangan komunitas internasional melindungi lingkungan dan hak-hak masyarakat.
Pelindungan lingkungan tidak boleh dipandang sebagai ancaman. Segala upaya yang bertujuan melestarikan lingkungan harus diposisikan sebagai usaha penting untuk memastikan keberlanjutan sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat.
Pengelola atau pemilik lahan—dalam status sebagai pemilik lahan atau pemegang hak guna usaha—tidak seharusnya hanya mengutamakan kewenangan sebagai pemilik hak dan kemudian secara sembarangan mengeksploitasi lingkungan, termasuk mengalihfungsikan lahan, tanpa memandang aspek keberlanjutan lingkungan dan dampak buruk yang akan terjadi pada lingkungan dan ekosistem.
Pemerintah dan institusi serta aparat penegak hukum seharusnya mendukung upaya ini dan memastikan hukum digunakan untuk melindungi, bukan untuk menekan atau membungkam mereka yang beraktivitas demi kelestarian lingkungan.
Unggahan mereka di media sosial sesungguhnya adalah ekspresi kecemasan warga atas kerusakan lingkungan yang terus terjadi. Itu juga merupakan kritik terhadap praksis pengelolaan lingkungan yang tidak berkelanjutan. Kriminalisasi terhadap harus dihentikan selekasnya.
Ekspresi mereka sekaligus kritik kepada pemerintah yang seperti tak berdaya menghadapi ancaman serius kerusakan lingkungan. Kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan hanya akan memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan perusahaan