Berapa orang dari Anda semua yang mungkin mulai suka menggeser telunjuk untuk mengganti pilihan tayangan video musik menjadi video siniar di gawai? Siniar lebih dikenal dengan istilah podcast.
Atau Anda lebih memilih menonton siniar dibandingkan berita video dari perusahaan resmi media massa yang diunggah di sejumlah platform digital. Mengapa demikian?
Promosi Kompetisi BRI Liga 1 Ciptakan Perputaran Ekonomi hingga Rp10,4 Triliun
Sekilas terlihat tren pemutaran siniar jauh lebih banyak dibandingkan pemutaran video berita atau tayangan program televisi. Genre siniar paling ditonton di Indonesia masih linier dengan tren siniar global.
Cerita horor, cerita-cerita nyata dalam kehidupan yang menginspirasi, komedi dan hiburan, hingga perihal agama dan spiritualitas, serta politik.
Menurut Pew Research Center, meledaknya tren siniar tak bisa dilepaskan dari budaya masyarakat yang telah familier mendengar radio. Produk informasi tersebut bisa dikonsumsi sembari melakukan aktivitas lain sehari-hari.
Pew Research Center mencatat siniar urutan teratas di Amerika Serikat mengangkat topik komedi, hiburan, dan politik. Bila sebagian besar siniar di Amerika Serikat terhubung dengan organisasi perusahaan media massa, berbeda halnya dengan Indonesia.
Siniar di negeri kita banyak berdiri atas nama personal. Dalam catatan Forbes, lebih dari 400 juta pendengar siniar dari berbagai jenis konten. Forbes juga melihat lebih dari dua juta konten siniar diproduksi oleh pihak independen alias tak terasosiasi dengan perusahaan media massa.
Siniar juga telah menjadi rujukan para pejabat komunikasi publik dari sejumlah perusahaan. Mereka mulai memilih berkolaborasi memproduksi siniar dengan penargetan audiens tertentu.
Siniar menjadi pilihan komunikasi yang strategis untuk memberi pengaruh melalui pemikiran-pemikiran narasumber yang kredibel. Hal tersebutlah salah satu alasan yang membuat siniar eksis.
Ada kebutuhan audiens yang terpenuhi. Audiens bisa mendengar versi lebih komplet dibandingkan produk sumber informasi yang terbatas secara durasi maupun secara dimensi.
Konten siniar bisa dibangun berdasarkan analisis riset yang kuat untuk menjamin akurasi pesan dan kemasan sesuai target yang ditentukan.
Tahun 2024 dijuluki tahun politik. Ada pemiihan umum dan pemilihan kepala daerah serentak. Siniar dengan topik politik makin membumi. Narasumber yang dihadirkan dalam sederet siniar itu pun rata-rata memiliki popularitas juga kredibilitas.
Jika diamati, ada ciri khas yang membedakan siniar yang diproduksi pihak yang tak terasosiasi dan yang terasosiasi dengan perusahaan media massa. Pihak yang tak terasosiasi terhadap perusahaan media massa cenderung lebih berani dalam mengulas topik-topik politik.
Ada batas yang seolah-olah diterobos dari pakem penyedia informasi. Hal itu bisa dicurigai sebagai selera konsumen informasi telah berubah. Masyarakat atau audiens bisa jadi telah bosan mendengar informasi yang disajikan terlalu formal dan terbatas.
Ingin buka-bukaan, apa adanya, dan adil. Masyarakat terindikasi suka dengan kekayaan sudut pandang. Ingin mendengar pendapat-pendapat yang liar, out of the box, namun juga masih realistis.
Karakteristik tersebut juga terlihat pada konten di luar genre politik. Cerita horor atau komedi misalnya. Kini banyak guyonan di siniar yang vulgar. Kadang-kadang bisa ditemukan umpatan yang makin biasa terdengar dari percakapan dalam siniar.
Artinya walau siniar mampu menjangkau kebutuhan informasi sesuai selera audiens, ada risiko pembentukan mentalitas penonton atau pendengar yang tak linier dengan cita-cita pembangunan manusia Indonesia. Hal tersebut perlu diwaspadai tentunya.
Yang juga tak kalah membahayakan, produk informasi di kanal-kanal informasi pemerintahan cenderung lebih sepi dibandingkan saluran-saluran siniar yang populer. Agaknya pemerintah, dalam hal ini pemangku kepentingan tertentu, wajib beradaptasi.
Mereka harus menghayati perubahan perilaku konsumsi informasi masyarakat. Dengan penghayatan yang cukup, produk informasi mereka tak sebatas mengikuti kemasan informasi yang sedang menjadi tren, melainkan juga menjangkau dan diterima masyarakat serta menumbuhkan rasa keadilan. Pemerintah adalah unsur yang didaulat masyarakat untuk mengurus negara tercinta ini.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 14 September 2024. Penulis adalah Manajer Konten di Solopos Media Group)