kolom
Langganan

Preferensi Sepeda Motor Listrik di Indonesia dan Malaysia, Begini Perbedaannya

by Fajri Nur Hidayah  - Espos.id Kolom  -  Jumat, 27 September 2024 - 10:00 WIB

ESPOS.ID - Istimewa/PT AHM Sepeda motor listrik Honda EM1e yang dipamerkan di booth PT Astra Honda Motor (AHM) saat Indonesia International Motor Show (IIMS) 2024 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, 15-25 Februari 2024.

Esposin, SOLO -- Adopsi kendaraan listrik di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia dan Malaysia tergolong masih rendah. Berikut adalah faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan preferensi konsumen terhadap sepeda motor listrik di Indonesia dan Malaysia.

Sepeda motor listrik atau electric motorcycle (EM) dianggap sebagai solusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Salah satu faktor yang memengaruhi rendahnya adopsi adalah keraguan masyarakat terhadap kemampuan baterai sepeda motor listrik untuk mendukung mobilitas sehari-hari. Terbatasnya infrastruktur pengisian daya juga menjadi tantangan utama. Namun, apa yang membedakan preferensi konsumen di kedua negara ini?

Advertisement

Oleh karena itu, penulis telah melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang paling berpengaruh dalam menentukan preferensi konsumen terhadap sepeda motor listrik di Malaysia dan Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga menilai bagaimana infrastruktur pengisian daya yang ada serta apakah opsi sepeda motor listrik dengan baterai ganda dapat menjadi solusi untuk mengatasi kekhawatiran terkait jarak tempuh.

Data yang digunakan dalam penelitian di Malaysia diperoleh melalui survei daring yang melibatkan 234 responden pengguna sepeda motor yang tersebar di beberapa wilayah di Malaysia. Sementara itu, data dari Indonesia diperoleh dari kajian literatur dan penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas preferensi konsumen terhadap sepeda motor listrik.

Advertisement

Data yang digunakan dalam penelitian di Malaysia diperoleh melalui survei daring yang melibatkan 234 responden pengguna sepeda motor yang tersebar di beberapa wilayah di Malaysia. Sementara itu, data dari Indonesia diperoleh dari kajian literatur dan penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas preferensi konsumen terhadap sepeda motor listrik.

Malaysia dikenal sebagai negara yang lebih mengutamakan penggunaan mobil dibandingkan sepeda motor, baik untuk keperluan sehari-hari maupun untuk perjalanan jarak jauh. Meski demikian, pemerintah Malaysia telah menetapkan target melalui Low Carbon Mobility Blueprint 2021-2030 bahwa akan ada 430.000 unit sepeda motor listrik yang beroperasi pada tahun 2030. Namun, hingga 2020, hanya sekitar 2,9% dari total kendaraan roda dua di Malaysia yang merupakan sepeda motor listrik.

Faktor utama yang menjadi perhatian konsumen di Malaysia saat memilih sepeda motor listrik adalah jarak tempuh, biaya pembelian, serta jenis pengisian daya. Semakin besar jarak tempuh yang dapat ditempuh oleh sepeda motor listrik dalam sekali pengisian daya, semakin tinggi kemungkinan konsumen untuk memilih kendaraan tersebut. Selain itu, biaya pembelian yang kompetitif serta kemudahan pengisian daya, baik di rumah maupun di tempat umum, juga menjadi pertimbangan penting.

Advertisement

Studi literatur menunjukkan bahwa mayoritas konsumen sepeda motor listrik di Indonesia lebih memperhatikan faktor biaya dan ketersediaan infrastruktur pengisian daya. Biaya pembelian yang masih lebih tinggi daripada motor berbahan bakar fosil dan kurangnya stasiun pengisian daya membuat banyak konsumen berpikir dua kali sebelum memutuskan beralih ke sepeda motor listrik. Sebagian besar konsumen lebih memilih mengisi daya di rumah pada malam hari, saat kendaraan tidak digunakan.

Perbedaan Ekosistem Sepeda Motor Listrik di Indonesia dan Malaysia

Advertisement

Mayoritas pengguna sepeda motor listrik di Malaysia berasal dari wilayah perkotaan, seperti Selangor, Kuala Lumpur, dan Pahang. Mereka cenderung memilih sepeda motor listrik yang dilengkapi dengan teknologi canggih, seperti GPS tracker. Selain itu, konsumen di Malaysia lebih menyukai sepeda motor listrik yang mampu menempuh jarak 71-100 km dalam sekali pengisian daya. Kendaraan dengan baterai ganda juga menjadi pilihan favorit karena mampu memberikan mobilitas jarak jauh tanpa perlu sering-sering mengisi daya. Teknologi battery swapping, yang memungkinkan pengguna untuk menukar baterai kosong dengan baterai yang sudah terisi penuh, dinilai lebih praktis dan efisien dibandingkan pengisian daya konvensional.

Di Indonesia, meskipun kebutuhan dan pola penggunaan sepeda motor listrik lebih bervariasi, mayoritas pengguna lebih fokus pada penggunaan harian dengan jarak tempuh pendek, yaitu sekitar 15-60 km. Namun, seperti di Malaysia, sepeda motor listrik dengan baterai ganda tetap menjadi pilihan utama karena biaya operasional dan perawatannya yang lebih rendah dibandingkan sepeda motor dengan satu baterai. Meskipun jarak tempuh harian di Indonesia lebih kecil, sepeda motor listrik dengan baterai ganda menawarkan fleksibilitas lebih besar, terutama bagi mereka yang sering bepergian dalam jarak menengah.

Secara keseluruhan, penelitian ini menyoroti bahwa preferensi konsumen terhadap sepeda motor listrik di Malaysia dan Indonesia memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Di Malaysia, peningkatan jarak tempuh maksimum kendaraan serta ketersediaan stasiun pengisian daya di daerah-daerah commuting akan menjadi faktor kunci untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap sepeda motor listrik. Di Indonesia, fokus utama haruslah pada pengembangan sepeda motor listrik dengan baterai ganda, memperluas jaringan infrastruktur pengisian daya, serta pemberian subsidi untuk pembelian sepeda motor listrik. Langkah-langkah ini akan membantu mempercepat adopsi kendaraan listrik di kalangan masyarakat luas.

Advertisement

Walaupun terdapat perbedaan preferensi konsumen antara Malaysia dan Indonesia, kedua negara menghadapi tantangan serupa, yaitu terbatasnya infrastruktur pengisian daya dan kurangnya edukasi masyarakat mengenai manfaat jangka panjang dari penggunaan sepeda motor listrik. Oleh karena itu, strategi yang diterapkan oleh pemerintah di masing-masing negara haruslah mempertimbangkan kondisi lokal, termasuk perilaku konsumen, infrastruktur yang tersedia, dan kebijakan subsidi.

Artikel ini disusun oleh Fajri Nur Hidayah, mahasiswa Teknik Industri UNS, asisten laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis (SILOGBIS) UNS, dan tergabung sebagai pembantu peneliti Grup Riset Rekayasa Industri dan Tekno-Ekonomi (GR RITE) FT UNS.

Advertisement
Muh Khodiq Duhri - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif