kolom
Langganan

Pembelajaran Cinta Lingkungan - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Anjar Miska Prayoga  - Espos.id Kolom  -  Kamis, 8 Agustus 2024 - 19:39 WIB

ESPOS.ID - Anjar Miska Prayoga (Solopos/Istimewa)

Esposin, SOLO – Kurikulum Merdeka diluncurkan pada 11 Februari 2022. Sebelum peluncuran telah diujicobakan pada beberapa sekolah yang ditunjuk dengan nama Kurikulum Merdeka Belajar yang sempat juga bertajuk Kurikulum Prototipe.

Biasanya sekolah yang menggunakan Kurikulum Merdeka Belajar atau Kurikulum Prototipe adalah yang termasuk sebagai peserta program sekolah penggerak (PSP) angkatan ke-1 atau ke-2.

Advertisement

Menjadi hal lumrah pada setiap perubahan kurikulum bergulir ungkapan lawas “setiap ganti menteri (akan) ganti kurikulum.” Beberapa pandangan miring dari praktisi pendidikan turut mengiringi perubahan tersebut.

Kita perlu ingat bahwa pendidikan adalah entitas yang tidak statis, melainkan senantiasa membutuhkan perubahan dan penyesuaian pada zaman. Dalam hal Kurikulum Merdeka, pandemi Covid-19 dan digitalisasi menjadi katalis perubahan tersebut.

Menjadi kurang tepat memandang Kurikulum Merdeka hanya digitalisasi pendidikan (juga pengajaran), lebih-lebih mandek hanya pada pengisian Platform Merdeka Mengajar (PMM).

Advertisement

Kurikulum Merdeka tampaknya membawa napas liberal art education dalam arti menunjukkan kebebasan dan penghapusan sekat-sekat dalam pendidikan, semuanya menjadi terintegrasi menjadi sebuah kesatuan.

Guru-guru lintas disiplin ilmu, bahkan lintas jenjang, sangat mungkin berkolaborasi di Kurikulum Merdeka. Sekat antardisiplin ilmu mulai tersamarkan. Misalnya pada jenjang SMA atau mulai fase E sudah tak dikenal lagi kelas IPA atau kelas IPS.

Media kolaborasi antarguru juga termanifestasi lebih segar pada pembentukan komunitas belajar atau biasa disebut kombel. Guru-guru dengan latar belakang disiplin ilmu berbeda dipersilakan masuk ke kombel manapun, yang penting mau belajar.

Dalam teknis pembelajaran, antardisiplin ilmu dapat pula saling berintegrasi. Wadahnya adalah proyek penguatan profil pelajar Pancasila. Guru berlatar belakang disiplin ilmu sains bisa berkolaborasi dengan guru dari rumpun ilmu sosial.

Advertisement

Tak terkecuali tentang isu lingkungan. Di Kurikulum Merdeka pembelajaran cinta lingkungan bukan hanya menjadi tanggung jawab guru rumpun IPA, khususnya Biologi, tetapi bisa terintegrasi dengan rumpun mana saja di setiap jenjang.

Topik-topik yang tersedia dalam proyek penguatan profil pelajar Pancasila  yang lekat dengan isu lingkungan, antara lain, gaya hidup berkelanjutan serta berekayasa dan berteknologi untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Artinya Kurikulum Merdeka juga melihat isu lingkungan adalah hal yang penting untuk keberlangsungan generasi mendatang. Dapat kita lihat di sekitar kita masih banyak ditemukan berbagai masalah lingkungan.

Sebagian besar bersumber dari kesadaran masyarakat yang rendah, seperti kebiasaan membuang sampah tidak pada tempatnya, mengotori saluran pembuangan air, sungai, laut, dan sebagainya.

Advertisement

Contoh sederhna lainnya adalah menjadikan toilet/closet sebagai tempat pembuangan tisu, plastik, bahkan sisa makanan dan lain-lain. Jika hal ini terus berlanjut dan dibiarkan begitu saja akan menjadi karakter dan kebiasaan yang mengkhawatirkan pada masa depan.

Isu lingkungan tentu hal yang kompleks, tetapi secara umum khalayak membicarakan lingkungan biasanya dimulai dari persoalan sampah. Dalam persoalan sampah bisa dikatakan negara kita belum benar-benar berada di jalur yang tepat.

Merujuk data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia menghasilkan 37,37 juta ton timbulan sampah sepanjang 2022.

Angka tersebut meningkat dibanding 2021, sekaligus menjadi volume sampah terbanyak yang tercatat sejak 2019. Kita berharap Kurikulum Merdeka yang mengadopsi pemikiran holistik akan memunculkan generasi yang peduli pada lingkungan.

Advertisement

Sebelumnya kita mengenal materi yang menyinggung tentang lingkungan hanya sebatas di materi ilmu pengetahuan alam (IPA). Melalui Kurikulum Merdeka kebebasan bereksplorasi dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis lingkungan dapat diintegrasikan pada semua mata pelajaran yang relevan.

Jika dilihat lebih mendalam Kurikulum Merdeka sangat memungkinkan para guru mengintegrasikan cinta lingkungan dengan pembelajaran. Sesuai namanya yang menggunakan kata “merdeka”, guru diberi kebebasan yang luas meracik pembelajaran.

Tentu kebebasan yang bertanggung jawab. Dalam konteks ini pembelajaran yang akan menginternalisasi para siswa pada tanggung jawab akan cinta lingkungan. Kurikulum Merdeka membawa ide pembelajaran berdiferensiasi yang digagas oleh Carol Ann Tomlinson.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah pendekatan yang mengakui setiap siswa memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda-beda. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, siswa diberi pilihan-pilihan yang bervariasi dalam hal materi pembelajaran, metode pengajaran, dan penilaian.

Tujuan utama pembelajaran berdiferensiasi adalah memastikan setiap siswa dapat mencapai potensi maksimal mereka dan merasa termotivasi dalam proses belajar. Ki Hadjar Dewantara menyebut pendidikan adalah melejitkan potensi anak berdasar kodrat alam dan kodrat zaman.

Guru adalah satriya pinandhita yang memerdekakan jiwa anak, mendampingi siswa dalam membina kehidupan batin, rohani, religi, keagamaan, mental, moral, adab, menjaga kesucian dan keluhuran budi (Arif Yudhistira, 2024).

Advertisement

Guru membentuk anak agar tumbuh menjadi siswa yang bisa menjalin interaksi yang harmonis dengan lingkungan. Dalam Kurikulum Merdeka pembelajaran berdiferensiasi dikategorikan menjadi tiga, yakni diferensiasi proses, diferensiasi konten, dan diferensiasi produk.

Pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka setidaknya dirancang dengan satu jenis diferensiasi. Siswa dapat terlibat pembelajaran cinta lingkungan melalui masing-masing jenis diferensiasi tersebut.

Aksi Nyata

Kurikulum Merdeka yang secara nasional diterapkan mulai tahun pembelajaran 2024/2025 diharapkan mengoptimalkan habituasi di sekolah-sekolah semisal, misalnya gerakan ambil sampah, pengategorian sampah dengan penyediaan tempat sampah basah dan sampah plastik, pendauran ulang sederhana sampah, dan sebagainya.

Integrasi pembelajaran yang  berlanjut dengan konsistensi adalah poin utama di sini. Pembelajaran abad ke-21 adalah strategi membuat siswa menjalani learning to life together, seni untuk hidup bersama, salah satu di antaranya adalah hidup bersama dan berdampingan dengan lingkungan alam.

Pembelajaran pada saat ini mestinya dirancang untuk memberikan pengalaman yang riil kepada siswa. Dengan pembelajaran berdiferensiasi, guru dapat melibatkan siswa untuk cinta lingkungan.

Pembelajaran cinta lingkungan di Kurikulum Merdeka dapat dimulai dari pengelolaan sampah-sampah atau barang bekas di sekitar siswa. Aksi nyata integrasi pembelajaran ini berupa gerakan ambil sampah untuk pembelajaran berdiferensiasi atau disingkat gaspelrensi.

Selain mengajarkan siswa mengelola atau mendaur sampah secara sederhana juga meningkatkan jiwa kewirausahaan siswa karena hasil akhir produk siswa akan digelar dalam bingkai market day.

Terdapat dua ide utama dalam gaspelrensi, khususnya pada jenjang sekolah dasar. Untuk fase A (kelas I dan II SD) kegiatan diwujudkan dalam program tabungan sampah (tabasam).

Siswa diharapkan memilah sampah yang masih bernilai jual, mengelola di bank sampah, hingga hasil pengumpulan sampah dapat diuangkan untuk keperluan bersama dalam pembelajaran.

Sedangkan untuk fase B dan C (kelas III hingga VI SD) kegiatan gaspelrensi diwujudkan lebih kompleks bertajuk hasil karya siswa (hakarsi). Pada fase ini guru dapat membentuk kelompok-kelompok belajar dan mengarahkan siswa mendaur ulang sampah barang bekas yang mereka kumpulkan.

Pada fase ini siswa mulai membuat karya-karya sederhana dari bahan sampah atau barang bekas. Hasil karya siswa dapat berupa berbagai macam benda yang bermanfaat, bahkan bernilai jual kembali.

Pada akhirnya gelar karya atau market day adalah media untuk mengapresiasi proses belajar mereka dalam mencintai lingkungan. Hasil karya siswa dapat membantu kebutuhan sekolah mereka.

Secara sekilas produk karya siswa yang berbeda-beda sudah memenuhi kuaifikasi pembelajaran berdiferensiasi, yakni diferensiasi produk. Dalam pembuatan hasil karya siswa, guru sangat mungkin merancang prosesnya untuk memasukkan diferensiasi proses maupun konten.

Aksi nyata yang berdampak mendalam pada siswa saat ini sangat diperlukan. Harapannya siswa mendapatkan pengalaman dan tentu karakter cinta lingkungan akan mereka bawa hingga kapan saja. Semoga...

(Versi lebih singkat naskah ini terbit di Harian Solopos edisi 7 Agustus 2024. Penulis adalah guru di SDN Banyurip 2, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen)

Advertisement
Ichwan Prasetyo - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif