by Rasimin - Espos.id Kolom - Selasa, 17 Oktober 2023 - 12:47 WIB
Memahami peristiwa bunuh diri memang tidaklah mudah, karena melibatkan begitu banyak anasir yang kompleks. Fenomena bunuh diri dapat dianalisis dari perspektif patologi sosial. Dari lensa ilmu tersebut bunuh diri dilatarbelakangi oleh beberapa anasir antara lain tekanan sosial, isolasi, stigmatisasi, dan kurangnya dukungan sosial.
Patologi sosial membantu memahami bagaimana ketidakseimbangan sosial dapat memengaruhi kesejahteraan mental individu dan masyarakat secara keseluruhan. Kombinasi dari semua anasir tersebut dapat membuat seseorang merasa tidak mampu mengatasi kesulitan hidup mereka, lantas membawa mereka pada keputusan untuk mengakhiri hidup.
Emile Durkheim, seorang sosiolog terkenal berparadigma fakta sosial, memberikan sudut pandang menarik dengan menggambarkan bunuh diri sebagai hasil dari ketidak stabilan kondisi sosial.
Emile Durkheim, seorang sosiolog terkenal berparadigma fakta sosial, memberikan sudut pandang menarik dengan menggambarkan bunuh diri sebagai hasil dari ketidak stabilan kondisi sosial.
Teori Durkheim mencakup empat jenis bunuh diri yang berbeda, seperti egoistik (akibat isolasi sosial), altruistik (keterikatan berlebihan pada kelompok), anomi (ketidakstabilan sosial), dan fatalistik (terlalu banyak pengendalian dalam kehidupan). Teori Durkheim memang klasik, kendati demikian menurut saya masih cocok dipakai sebagai pisau bedah memahami fenomena sosial, termasuk tragedi bunuh diri yang viral pada pekan kemarin.
Dengan cara ini, generasi mendatang akan memiliki pemahaman yang lebih tajam tentang pentingnya kesehatan mental. Kedua, bangunlah komunikasi yang sehat dalam keluarga dan masyarakat baik di level mikro maupun makro.
Ketiga, perbanyak memproduksi konten bermuatan positif di media sosial juga menjadi langkah penting. Dengan mempromosikan pesan-pesan optimis dan inspiratif, kita dapat menciptakan lingkungan virtual yang mendukung kesejahteraan mental. Hal ini tentu bisa mengurangi dampak konten yang mungkin memicu risiko bunuh diri. Keempat, peran pemerintah menjadi sangat krusial.
Selain memenuhi kebutuhan dasar masyarakat sesuai dengan hierarki kebutuhan Maslow, pemerintah juga perlu mengimplementasikan kebijakan kesehatan mental yang lebih terintegrasi. Ini mencakup peningkatan akses terhadap layanan kesehatan mental dan meluncurkan program-program yang relevan.
Merenung atas tragedi bunuh diri mahasiswa yang populer akhir-akhir ini, memantik kesadaran saya akan pentingnya kesehatan mental dan menghargai setiap kehidupan. Seperti seorang bijak mengatakan, "Di mana ada cinta, di situ ada kehidupan." Melalui langkah-langkah preventif yang kokoh serta dukungan dari semua pihak, percayalah kita dapat bersama-sama melangkah menuju masyarakat yang lebih berempati terhadap kesejahteraan mental sehingga kedepan tragedi bunuh diri dapat direduksi.
Artikel ini ditulis oleh Guru Besar Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Wakil Dekan 2 FTIKUniversitas Islam Negeri (UIN) Salatiga, Prof. Dr. Rasimin, S.Pd, M,Pd