Esposin, SOLO – Menyambut peringatan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia identik dengan aneka lomba dolanan seru-seruan di kampung-kampung. Lomba lari karung, lomba bakiak, sepak bola bapak-bapak berdaster, memasukkan pensil ke botol, tarik tambang, balap egrang, gobag sodor, dan masih banyak lainnya.
Kita tidak tahu persis kapan tradisi tersebut bermula dan atas inisiatif siapa. Pekan olahraga dolanan menjelang pitulasan ala masyarakat tersebut merupakan fenomena yang sangat menarik. Bagian tak terpisahkan dari ekspresi suka cita masyarakat kebanyakan akan arti kemerdekaan.
Promosi Kompetisi BRI Liga 1 Ciptakan Perputaran Ekonomi hingga Rp10,4 Triliun
Mereka mengemas dalam ekspresi dolanan kolektif secara mudah, murah, meriah, massal, menyenangkan, dan merdeka. Ada banyak tanggapan tentang fenomena ini. Mungkin terdapat sebagian orang menganggap itu sebagai ekspresi yang relatif konyol, tidak ada kaitan sama sekali dengan mengisi kemerdekaan.
Relatif jauh lebih banyak yang menganggap hal tersebut bernilai positif. Melalui lomba seru-seruan mereka ingin merajut relasi sosial, membangun kebersamaan warga kampung, dan memperoleh kegembiraan secara personal maupun sosial menyambut perayaan kemerdekaan.
Apa pun penilaian orang tentang lomba pitulasan tersebut, faktanya kegiatan lomba seperti itu hinga saat ini masih eksis terpelihara di hampir seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada banyak hal menarik dari dolanan dalam berbagai sudut pandang positif.
Pertama, istilah dolanan lebih mengarah pada aktivitas relaksasi yang jauh dari unsur keseriusan dan tekanan dalam bentuk apa pun. Dolanan umumnya dipahami sebagai aktivitas yang disukai anak-anak. Tidak jarang orang beranggapan yang suka dolanan itu dianggap masih anak-anak, benarkah demikian?
Ternyata tidak. Dorongan untuk bermain adalah dorongan yang bersifat instingtif-permanen. Dalam pandangan yang komprehensif, manusia merupakan makhluk yang memiliki orientasi sebagai Homo ludens, yakni makhluk yang suka bermain.
Terdapat dorongan bermain bagi setiap orang tanpa dibatasi jenis kelamin maupun usia. Fitur-fitur di gadget dilengkapi aneka aplikasi bermain yang menjadikan perangkat tersebut disukai setiap orang, tanpa terkecuali dewasa dan lanjut usia atau lansia.
Kedua, ekspresi bermain adalah ekspresi yang bersifat asasi yang ketika mendapatkan penyaluran yang tepat porsi, tepat waktu, dan tepat tempat akan memiliki manfaat sangat besar. Manfaat yang dimaksudkan tidak sebatas individual dan personal, melainkan juga bernilai secara kolektif-sosial.
Ekspresi bermain (baca: dolanan) merupakan ekspresi yang merdeka. Mengekspresikan dorongan bermain yang dikaitkan dengan momen tertentu akan melipatgandakan nilai manfaat bermain. Lomba pitulasan memiliki arti penting secara ekspresif yang akan membugarkan, menyehatkan, menggemberikan.
Sebuah prakondisi positif untuk membangkitkan apresiasi dan ekspektasi kolektif akan arti rasa syukur mendapatkan kemerdekaan sebagai sebuah bangsa. Ketiga, bermain merupakan perilaku instrumental untuk menstimulasi perkembangan sel otak pada usia anak-anak, terutama pada usia di bawah 10 tahun.
Perkembangan potensi kecerdasan anak akan mencapai 50% pada usia empat tahun. Hingga usia delapan tahun, potensi kecerdasan meningkat menjadi 80%. Sisanya sebanyak 20% akan terbentuk pada rentang usia delapan tahun hingga 18 tahun. Terdapat perbedaan yang sangat meyakinkan antara anak yang mendapatkan stimulasi bermain dengan yang tidak.
Anak-anak yang mendapatkan stimulasi bermain secara cukup akan mendapatkan perkembangan pesat. Berbagai bentuk bermain memberikan ruang penyaluran yang cukup bagi anak-anak dalam proses tumbuh kermbang.
Anak-anak mutlak membutuhkan aktivitas berpindah tempat (locomotion), gerak di tempat (non-locomotion), dan gerak dengan memainkan objek atau media tertentu (manipulative).
Redesain Bermain
Urgensi bermain (baca: dolanan) tentu memiliki cakupan yang jauh lebih luas daripada yang telah diuraikan, namun cukup memadai untuk memahami bahwa bermain kendatipun sesuatu yang full relaksasi, faktanya merupakan sebuah keseriusan.Bermain (play, game, apalagi sport) tidak sama artinya dengan aktivitas “main-main” yang sekadar seru-seruan untuk membuang waktu, tenaga, dan pikiran tanpa memiliki manfaat yang jelas. Artinya, terdapat nilai koreksi yang patut diberikan untuk meredesain bermain, terlebih jika dikaitkan dengan penyelenggaraan festival atau pekan dolanan dalam rangka pitulasan, walau hanya tingkat kampung.
Pertama, acara tingkat kampung bukan berarti sesuatu yang sifatnya remeh dan boleh dianggap kampungan. Justru ada nilai optimisme besar yang seharusnya berangkat dari geliat dinamika potensial kampung. Dalam kebijakan pembangunan olahraga nasional, olahraga antarkampung (tarkam) sedang naik daun.
Hal tersebut sekaligus menjadi momentum penting bahwa apa pun bentuk lomba pitulasan sebaiknya mengalami metamorfosis menuju event tahunan yang memiliki nilai manfaat tidak sekadar seru-seruan.
Artinya, sangat strategis pekan olahraga pitulasan tersebut dikemas menjadi bagian tak terpisahkan dengan program pengembangan olahraga masyarakat yang berkontribusi pada capaian tujauan utama Desain Besar Olahraga Nasional (DBON), khususnya untuk meningkatkan budaya olahraga di masyarakat.
Kedua, terdapat perluasan orientasi tujuan lomba pitulasan, sebagaimana orientasi pengembangan olahraga masyarakat yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Orientasi itu meliputi membudayakan aktivitas fisik; menumbuhkan kegembiraan; mempertahankan, memulihkan, dan meningkatkan kesehatan serta kebugaran tubuh.
Kemudian, membangun hubungan sosial; melestarikan dan meningkatkan kekayaan budaya daerah dan nasional; mempererat interaksi sosial yang kondusif dan memperkukuh ketahanan nasional; dan meningkatkan produktivitas ekonomi nasional.
Artinya, lomba pitulasan memiliki nilai strategis yang bermula dari kegiatan berbasis partisipasi masyarakat luas di akar rumput (grassroots). Ketiga, lomba pitulasan sangat strategis sebagai ajang ideal untuk menjembatani usaha pelestarian kembali permainan tradisional dan olahraga tradisional.
Permainan tradisional dan olahraga tradisional merupakan kekayaan budaya yang nilai utilitasnya sangat tinggi. Di samping untuk penguatan jati diri, olahraga tradisional mengusung dan menanamkan nilai filosofi, dasar keterampilan hidup, serta fondasi keterampilan yang relevan dengan cabang olahraga tertentu yang telah dikenal luas.
Artinya, dalam jangka panjang, olahraga tradisional yang diwariskan oleh leluhur memiliki nilai prospek masa depan yang berperspektif luas secara fisik, mental, sosial, dan kultural dalam konstalasi literasi fisik, gaya hidup aktif, dan aspek budaya.
Lomba pitulasan seperti balap egrang, engkol (panco), lari karung, balap bakiak tandem, tulup, mlintheng, benthik, pathon, gobag sodor, dan wilwo adalah warisan kejeniusan lokal yang merupakan mahakarya adiluhung leluhur.
Berorientasi pada gaya hidup sehat aktif meramu secara pas tentang ekspresi bermain itu benar-benar ekspresi yang memerdekakan secara personal, kolektif, dan sosial. Merdeka artinya membebaskan dari sikap inferior dalam perform.
Tepuk tangan bukan sekadar milik orang yang menunjukkan perform unggul. Tepuk tangan dalam agenda lomba pitulasan diberikan pula kepada mereka yang terlihat lucu dan unik. Mereka tidak merasa tersinggung karena melalui dolanan tmereka sebenarnya sedang mengasah arti penting kehesivitas sosial.
Akumulasi ekspresi bermain yang sederhana dan spontan itulah yang disebut ekspresi nikmat dalam merayakan kemerdekaan. Kemerdekaan pribadi, masyarakat, dan kehidupan sosial.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 8 Agustus 2024. Penulis adalah Guru Besar Bidang Analisi Kebijakan Pembangunan Olahraga dan Pendidikan Universitas Sebelas Maret)