by Redaksi - Espos.id Kolom - Kamis, 27 Juni 2024 - 09:57 WIB
Banyak kepala desa dan aparatur pemerintah desa kesulitan memahami dan menjalankan regulasi serta sistem administrasi pemerintahan desa, terutama urusan pengelolaan anggaran pemerintah desa.
Realitas yang mengemuka di Kabupaten Klaten itu adalah gejala umum di semua pemerintahan desa di negeri ini. Banyak kepala desa dan aparatur pemerintah desa tergagap-gagap menjalankan administrasi pemerintahan desa, terutama yang berhubungan dengan keuangan.
Kenyataan demikian itu setidaknya akan berbuah dua realitas. Pertama, banyak kepala desa atau aparatur pemerintah desa terjebak dalam pelanggaran urusan administrasi—terutama urusan keuangan—yang jamak berujung proses hukum.
Kenyataan demikian itu setidaknya akan berbuah dua realitas. Pertama, banyak kepala desa atau aparatur pemerintah desa terjebak dalam pelanggaran urusan administrasi—terutama urusan keuangan—yang jamak berujung proses hukum.
Kedua, banyak kepala desa dan aparatur pemerintah desa ketakukan dan khawatir dalam mengelola keuangan desa sehingga tak berbuah inovasi dan kreativitas dalam pemberdayaan masyarakat desa.
Pemerintahan supradesa bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil yang bekerja di sektor pemberdayaan masyarakat harus mengintenbsifkan edukasi, bimbingan, dan pendampingan kepada pemerintah desa.
Urusan kehati-hatian dalam menjalankan administrasi pemerintahan desa tentu saja sangat penting, namun tidak boleh mengakibatkan kepala desa dan aparatur pemerintahan desa kehilangan kreativitas dan inovasi.
Selama tidak ada niat korupsi, selama tidak ada perilaku manipulatif, dan selalu berpedoman pada regulasi administrasi pemerintahan desa, segala ”ranjau-ranjau” di pemerintahan desa yang bisa meledak menjadi urusan hukum pasti terhindarkan.
Dalam konteks inilah pemerintahan suprades berperan penting dan strategis dalam urusan pendampingan dan konsultasi. Pelanggaran yang bukan berpangkal sikap korup hendaknya diselesaikan dulu di internal pemerintahan, tidak serta-merta menjadi urusan hukum.
Ini ikhtiar menyapu ”ranjau-ranjau” pemerintahan desa. Walakin, ketika yang terjadi memang korupsi, berawal dari niat atau menggunakan kesempatan untuk memperkaya diri sendiri dengan memanipulasi administrasi dan tata kelola keuangan pemerintahan desa, harus ditindak tegas lewat proses hukum.
Beberapa tahun terakhir ada gejalan peningkatan kasus korupsi di pemerintahan desa. Bisa dipastikan ada dua realitas dasarnya. Pertama, memang berniat korupsi dan kemudian terbongkar atau ketahuan.
Kedua, semata-mata karena ketidakpahaman kepala desa dan aparatur pemerintah desa pada regulasi dan administrasi pemerintahan desa. Pada kategori yang kedua inilah ”menyapu ranjau-ranjau” pemerintahan desa menemukan konteksnya.
Penyapuan ranjau-ranjau bukan dengan melonggarkan regulasi dan tata administrasi keuangan pemerintah desa, tapi dengan memahamkan kepala desa dan aparatur pemerintah desa agar mematuhi regulasi dan tata administrasi tanpa kehilangan kreativitas dan inovasi.