by Redaksi - Espos.id Kolom - Rabu, 31 Juli 2024 - 09:55 WIB
Pemerintah memberikan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada badan usaha yang dimiliki ormas keagamaan. Landasan hukumnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Lewat aturan ini pemerintah memberikan dan mengatur izin usaha pertambangan kepada ormas keagamaan. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 ini diteken Presiden Joko Widodo pada 30 Mei 2024 dan berlaku efektif pada tanggal diundangkan.
Di beleid tersebut terdapat landasan hukum memberikan izin usaha pertambangan mineral dan batu bara (minerba) kepada ormas keagamaan. Salah satu ketentuan yang diperbarui tentang wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).
Di beleid tersebut terdapat landasan hukum memberikan izin usaha pertambangan mineral dan batu bara (minerba) kepada ormas keagamaan. Salah satu ketentuan yang diperbarui tentang wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).
Pasal 83A ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 menyatakan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan.
Peraturan tersebut berpotensi menimbulkan konflik horizontal dengan masyarakat adat maupun antarumat beragama serta menimbulkan permasalahan ekosistem kompleks bagi masyarakat setempat dan lingkungan hidup di sekeliling tambang.
Usaha pertambangan, terutama dengan skala lokasi yang luas, membutuhkan strategi khusus dan matang dalam interaksi dengan warga sekitar sehingga tidak melanggar hak asasi manusia. Bisnis tambang memang menggiurkan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor energi dan sumber daya mineral pada 2023 mencapai Rp300,3 triliun atau 116% dari target yang ditetapkan sebesar Rp259,2 triliun.
Meski memberikan pemasukan besar kepada negara, industri tambang juga mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Butuh puluhan tahun, bahkan ratusan tahun, untuk memulihkan kembali ekosistem yang telah rusak akibat ktivitas pertambangan.
Pengesahan pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan sulit dilepaskan dari analisis bahwa ini adalah upaya untuk mengonsolidasikan kekuasaan dengan memberikan peran besar kepada kelompok ormas tertentu dalam pemerintahan dan ekonomi.
Ini adalah indikasi nyata kemunduran demokrasi. Langkah ini memperlihatkan kecenderungan menuju pemerintahan yang lebih otoriter dan mengurangi partisipasi serta kontrol masyarakat terhadap pemerintah.
Banyak warga NU dan Muhammadiyah menyesalkan keputusan kedua pucuk pimpinan ormas tersebut menerima konsesi tambang dari pemerintah. Ketika PBNU dan PP Muhammadiyah menyatakan menerima konsesi pertambangan dari pemerintah, tentu solusi final yang bisa diharapkan publik adalah realisasi janji-janji mereka.
Janji mewujudkan tata kelola pertambangan yang ramah lingkungan, berkelanjutan, dan menghormati hak asasi manusia. Janji yang nyaris mustahil diwujudkan apabila berkaca pada praktik bisnis pertambangan yang telah berjalan selama ini.