kolom
Langganan

Mencegah Perkawinan Anak - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Henrico Fajar Kristiarji Wibowo  - Espos.id Kolom  -  Selasa, 30 Juli 2024 - 12:55 WIB

ESPOS.ID - Henrico Fajar Kristiarji Wibowo (Solopos/Istimewa)

Esposin, SOLO – Beberapa hari lalu saya diminta oleh salah seorang kader kesehatan di Desa Sawahan, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali menjadi narasumber dalam diskusi bertajuk Peran Bapak dalam Pencegahan Perkawinan Anak.

Acara itu dilaksanakan di rumah salah seorang warga. Seorang peserta menyampaikan pendapat untuk mencegah perkawinan anak maka anak harus sering diajak berkomunikasi dua arah. Orang tua tidak boleh abai mendengarkan cerita anak-anak.

Advertisement

Banyak orang tua yang terlalu sibuk dan tak memberikan ruang diskusi bagi anak-anaknya. Peserta lain berpendapat seorang anak harus diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan rumah (menyapu, mencuci baju, mencuci piring, hingga belajar memasak) baik pada anak laki-laki maupun perempuan sedari dini.

Pembiasaan seperti ini bisa membuat anak menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab sekaligus bisa menghormati dan menghargai orang lain. Orang tua harus mendorong partisipasi anak dalam membantu menyelesaikan pekerjaan.

Advertisement

Pembiasaan seperti ini bisa membuat anak menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab sekaligus bisa menghormati dan menghargai orang lain. Orang tua harus mendorong partisipasi anak dalam membantu menyelesaikan pekerjaan.

Misalnya orang tua yang menjadi petani, mempunyai usaha dagang, atau membuka toko maka anak harus dilibatkan agar dapat mengetahui dan merasakan bagaimana rasanya berjuang mendapatkan rezeki.

Mengasuh dan mendidik anak bukan hanya menjadi tanggung jawab seorang ibu. Peran bapak sangat dibutuhkan dalam membentuk karakter atau pribadi anak yang pandai, cerdas, mandiri, dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri, keluarga, dan sesamanya.

Advertisement

Pendapat ini mesti diluruskan agar persoalan seperti ini bisa dicegah bersama sekaligus bila sudah terjadi harus dihadapi bersama-sama (bapak dan ibu). Perkawinan anak masih menjadi persoalan serius bangsa ini.

Rata-rata kasus perkawinan anak masih mencapai 8,64% secara nasional sepanjang periode 2020-2023. Setelah pengesahan amendemen Undang-undang Perkawinan pada 2019, angka dispensasi perkawinan anak melejit hingga 173% pada 2020.

Faktor yang bisa memicu terjadinya perkawinan anak, antara lain, akses yang buruk atas pendidikan bagi anak perempuan, latar belakang kemiskinan keluarga (motif ekonomi), narasi tafsir agama yang konservatif dan tidak ramah gender, salah satunya ketakuatan akan perbuatan zina yang terjadi dalam berpacaran (Dewi Candraningrum dan Pratiwi, 2016).

Advertisement

Dampak perkawinan anak pada perempuan, antara lain, memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang berdampak pada tingginya angka perceraian, berisiko kematian saat melahirkan akibat komplikasi yang dipicu saat kehamilan, kematian bayi akibat persalinan yang terlalu muda, terkena kanker leher rahim, dan sebagainya.

Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Boyolali memiliki data dispensasi menikah pada tahun 2021 sebanyak 346, pada 2022 sebanyak 199, dan pada 2023 sebanyak 195.

Tentu saja kita prihatin dengan kondisi tersebut dan berharap ada upaya serius dari pemerintah agar kasus dispensasi menikah dapat segera diturunkan. Desa ramah perempuan dan peduli anak (DRPPA) bisa menjadi bagian penting mencegah perkawinan anak.

Advertisement

DRPPA adalah desa yang mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa yang dilakukan secara terencana, menyeluruh, dan berkesinambungan.

Peraturan desa ramah perempuan dan peduli anak sejalan dengan program DRPPA yang diluncurkan pada 20 November 2020 oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bekerja sama dengan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Program ini sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Desa atau Sustainable Development Goals Desa (SDGs Desa) ke-5, yaitu desa ramah perempuan dan peduli anak. Sesuai pula dengan SDGs Desa ke-18, yaitu kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif.

Sebenarnya program ini mampu menjawab kebutuhan perlindungan anak sekaligus mencegah perkawinan anak. Fakta menunjukkan masih banyak pemerintah desa yang tampak gagap dengan program ini dan tidak sungguh-sungguh menjalankan.

Pemerintah desa banyak yang tidak mampu menjalankan budaya adaptif. Mereka masih terkesan menjalankan program pembangunan desa secara apa adanya sehingga kasus-kasus perkawinan anak menjadi hal yang biasa dan terkesan abai mencegah perkawinan anak dengan berbagai alasan.

Pemerintah desa harus berani mengalokasikan anggaran untuk pencegahan perkawinan anak, misalnya dengan penguatan forum anak desa, penguatan posyandu remaja, pendidikan hak kesehatan seksual dan reproduksi, pendidikan keadilan gender, dan kegiatan lainnya yang sesuai dengan harapan remaja di desa.

Apabila perlu pemerintah desa bisa menggandeng lembaga swadaya masyarakat atau organisasi masyarakat sipil yang peduli dan bekerja di isu perempuan dan anak, praktisi, pendidik, atau siapa pun yang mempunyai kepedulian pada persoalan pencegahan perkawinan anak.

Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) pada 23 Juli 2024 yang merupakan peringatan ke-40 mengambil tema Anak Terlindungi, Indonesia Maju dan terdapat enam subtema. Subtema yang kelima, yaitu Anak Merdeka dari Kekerasan, Perkawinan Anak, Pekerja Anak, dan Stunting.

Peringatan ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak anak sebagai generasi penerus bangsa. Upaya yang dapat dilakukan salah satunya dengan mewujudkan lingkungan yang aman untuk anak, termasuk lingkungan yang bebas dari kekerasan terhadap anak dan kasus perkawinan anak.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 25 Juli 2024. Penulis bergiat di Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia atau Spek-HAM di Kota Solo)

Advertisement
Ichwan Prasetyo - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif