kolom
Langganan

Jangan ya, Dik, ya... - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Tika Sekar Arum  - Espos.id Kolom  -  Jumat, 2 Agustus 2024 - 20:33 WIB

ESPOS.ID - Tika Sekar Arum (Istimewa/Dokumen pribadi)

Esposin, SOLO -- “Bunda, hari ini aku lancar hafalan surat. Hadiahnya es krim ya?” Permintaan anak seperti ini terdengar biasa. Sewajarnya anak-anak suka makan camilan manis. Camilan manis menjadi semacam reward atas pencapaian atau prestasi anak.

Makanan/minuman manis jamak ”berkolaborasi” dengan ayam crispy untuk mengatasi anak tantrum yang terus-terusan menangis. Asalkan diiming-imingi ayam crispy dan es boba atau es krim, tangis anak terkendali.

Advertisement

Kadang-kadang kita, sebagai orang tua, lupa ada ancaman dari kebiasaan tersebut. Suka makanan tinggi gula, tinggi garam, dipadukan dengan gaya hidup mager alias males bergerak karena kecanduan gadget, jadilah anak-anak berpotensi mengalami penyakit-penyakit karena gaya hidup yang buruk, seperti obesitas, diabetes, hingga gagal ginjal.

Orang tua mungkin mulai berpikir ulang bagaimana menempatkan makanan/minuman manis dalam kehidupan sehari-hari kala menemukan bukti nyata. Beberapa waktu lalu sempat viral di media sosial kisah seorang anak yang terpaksa menjalani hemodialisis gara-gara gaya hidup yang buruk.

Advertisement

Orang tua mungkin mulai berpikir ulang bagaimana menempatkan makanan/minuman manis dalam kehidupan sehari-hari kala menemukan bukti nyata. Beberapa waktu lalu sempat viral di media sosial kisah seorang anak yang terpaksa menjalani hemodialisis gara-gara gaya hidup yang buruk.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat setidaknya 20% atau satu dari lima anak di Indonesia berumur 12 tahun hingga 18 tahun berpotensi mengalami gagal ginjal. Kerusakan ginjal ditandai kandungan darah dan protein di urine anak-anak atau dalam dunia medis disebut hematuria dan proteinuria.

Pada usia yang sangat muda, anak-anak menjalani prosedur hemodialisis yang konon menyakitkan. Ada penjelasan bahwa angka gagal ginjal di Indonesia tidaklah meningkat tajam, namun kasus tersebut cukup menjadi peringatan bagi orang tua untuk waspada terhadap gaya hidup anak-anak mereka.

Advertisement

Itu disebabkan peningkatan kesadaran orang tua melakukan deteksi dini gejala diabetes pada anak. Hal yang mengkhawatirkan adalah tren ini besar kemungkinan disebabkan gaya hidup anak-anak yang buruk.

Pada kasus diabetes anak tipe ke-2, khususnya, penyebab penyakit tersebut adalah kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi gula dan lemak serta gaya hidup mager. Biasanya kasus diabetes berawal dari obesitas pada anak.

Ini ditunjukkan catatan 80% kasus diabetes pada anak disertai obesitas. Kondisi itu disebabkan gaya hidup anak yang kurang sehat. Kebiasaan tidak mengonsumsi makanan sehat, aktivitas fisik yang kurang, hingga pola tidur yang tidak terjaga.

Advertisement

Kurangnya konsumsi air putih pada anak juga menjad penyebab yang perlu diwaspadai. Ihwal konsumsi makanan tinggi gula, misalnya, IDAI telah memberikan catatan yang tegas agar orang tua mengatur asupan gula anak per hari.

Ini penting karena saya melihat makanan dan minuman manis kini begitu mudah ditemukan dengan berbagai pilihan yang sangat menarik. European Society for Paediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN) Committee on Nutrition merekomendasikan asupan gula maksimal kurang dari 5% dari asupan energi per hari berdasarkan usia.

Anak berusia empat tahun hingga tujuh tahun maksimal mengonsumsi gula 18 gram hingga 20 gram per hari. Jika empat gram gula setara dengan satu sendok teh, asupan gula maksimal bagi anak usia ini hanya lima sendok teh. Nah, berapa konsumsi gula anak-anak kita sekarang? Saya khawatir lebih dari itu.

Advertisement

Melepaskan anak dari makanan/minuman tinggi gula memang tidak mudah, apalagi kalau makanan/minuman manis ini telah dijadikan simbol apresiasi atas pencapaian anak.

Kampanye Gaya Anak

Orang tua perlu belajar lagi tentang bagaimana seharusnya mengatur asupan gula, garam, dan lemak serta kandungan gizi lain kepada anak. Pemerintah dan industri serta stakeholders terkait perlu menyadari risiko gagal ginjal dan diabetes pada anak dan kemudian saling berkolaborasi mengurangi prevalensi kasus tersebut.

Mungkin perlu dipikirkan merumuskan kampanye bersama yang sesuai dengan gaya dan selera anak agar bisa diterima dengan baik. Termasuk dengan intervensi konten di media sosial, terutama konten video vertikal pendek.

Beberapa kali saya melihat konten media sosial berupa video vertikal pendek yang mempertontonkan seorang kreator konten berkreasi dengan makanan tinggi gula/garam lalu memakan seolah-olah mengonfirmasi bahwa makanan  ini sangatlah enak.

Jika setiap hari anak dijejali tontonan semacam itu, bukan tidak mungkin anak terpengaruh dan akhirnya ingin mencicipi, padahal kita tahu bahaya mengonsumsi makanan tersebut dalam waktu lama dan jumlah yang besar.

Para pengelola industri makanan perlu mendukung dengan menciptakan ekosistem yang peduli kesehatan anak. Caranya? Tentu saja berkreasi memproduksi makanan dan minuman sehat yang rasanya enak sesuai selera anak.

Program makan siang gratis yang menjadi andalan presiden dan wakil presiden terpilih dalam Pemilu 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, bisa menjadi awalan baik untuk mengampanyekan pentingnya makan makanan sehat.

Sejalan dengan tema Hari Anak Nasional ke-40 tahun ini, Anak Terlindungi, Indonesia Maju, melindungi anak dari paparan konsumsi gula dan garam berlebih dalam waktu lama adalah tugas kita semua.

Setiap elemen bangsa ini perlu bersatu padu dan bersinergi menciptakan lingkungan yang menjauhkan anak dari konsumsi makanan tidak sehat. Beban terbesar orang tua adalah stop menjadikan makanan dan minuman tinggi gula sebagai simbol apresiasi atas prestasi anak.

Jadi adik-adik, jika suatu saat kalian berhasil mengukir prestasi atau meraih pencapaian tertentu, jangan pernah minta makanan/minuman tinggi gula/garam, jangan ya, Dik, ya...

Minta es krim karena juara kelas, jangan ya, Dik, ya.... Makan cake manis untuk menggantikan nasi sayur, jangan ya, Dik, ya... Stop kebiasaan itu. Mending minta healing piknik ke Taman Balekambang yang baru saja dibuka atau berenang di kolam renang yang bertebaran di sekitar kita.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 1 Agustus 2024. Penulis adalah Manajer Program Solopos Media Group)

Advertisement
Ichwan Prasetyo - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif