Esposin, SOLO – Belakangan ini saya mulai belajar rutin dan konsisten melangkahkan kaki setiap pagi di Stadion Manahan Solo. Bersama istri saya berusaha memenuhi kuota langkah selama minimal 30 menit mengelilingi stadion yang jadi markas Persis Solo ini.
Kenapa saya harus repot-repot berjalan setiap hari? Ya, tentu karena alasan kesehatan, terlebih dengan berat badan yang 95 kilogram ini bukanlah berat badan ideal.
Promosi Didukung BRI, Usaha Pisang Sale Mades di Parigi Sulteng Makin Berkembang
Orang cukup melihat lingkar perut saya yang membuncit sudah jadi tanda saya masuk kalangan obesitas alias kelebihan berat badan. Ya, memang seperti itulah hidup. Kita harus selalu menjaga kesehatan, salah satunya dengan berjalan kaki.
Cara ini saya dapat dari pengalaman kawan-kawan yang juga mengalami masalah perut buncit. Cukup dengan berjalan kaki minimal 30 menit setiap hari ternyata efektif menurunkan berat badan dan lingkar perut.
Jalan pagi bukan hal yang mudah juga karena untuk mengumpulkan niat juga butuh perjuangan. Kuncinya adalah dalam hati, apakah kita mau sehat atau mau hidup dengan tubuh yang tidak sehat karena obesitas.
Uniknya saat saya mulai berjalan di Stadion Manahan saya juga melihat banyak orang yang senasib dengan saya. Berolahraga dengan “terpaksa” karena alasan kesehatan. Itulah jawaban saat saya ngobrol dengan meereka.
Mereka rata-rata adalah orang-orang yang secara material mapan dan terpenuhi. Dari mana saya tahu? Cukup dilihat dari gear yang mereka gunakan bisa dengan mudah dibaca mereka adalah orang golongan ekonomi menengah ke atas.
Sepatu yang mereka pakai bermerek terkenal macam Hoka, Nike, Adidas, Reebok dan masih banyak lagi. Saya paham apakah sepatu mereka orisinal atau KW karena dari SMP saya juga termasuk orang yang senang dengan sepatu bermerek itu.
Lebih baik punya sepasang Reebok DMX Run daripada punya lima pasang sepatu lari merek lokal. Begitulah prinsip saya waktu masih jadi siswa SMA. Kaus kaki juga adalah kaus kaki bermerek.
Sedangkan celana dan kaus/jersei yang digunakan juga bukan merek-merek biasa. Topi, head band, earset juga bisa dilihat mereknya dan sekali lagi cukup difoto dengan Google Lens dan lihatlah harganya.
Bagi buruh di Kota Solo pasti langsung meringis karena harganya sangatlah tak masuk akal. Itu belum dilihat dari telepon seluler yang digunakan untuk mengabadikan saat mereka melangkah. Pastilah kebanyakan bermodal Iphone dan Samsung.
Jam tangan yang dipakai sudah pasti jam tangan pintar sekelas Garmin, Suunto, Coros, atau merek terkenal lain. Di antara mereka ada yang menyewa tukang foto alias fotografer atau videografer untuk mengabadikan mereka berolahraga.
Para pemburu foto ini kerap ditemukan di sudut-sudut stadion dengan kamera digital terbaru mereka. Olahraga pagi ini sekarang bukan hanya alasan kesehatan, tapi juga sebagai gaya hidup.
Olahraga jalan cukup 30 menit berkeliling, habis itu diteruskan dengan sarapan cantik di selter pedagang sekitar Stadion Manahan atau lokasi lain.
Setelah itu sudah dapat dipastikan aktivitas mereka itu diunggah di story akun media sosial mereka dengan gaya pengambilan gambar dan editing berkelas dari para profesional.
Itulah yang saya lihat. Mereka tampak lebih percaya diri melangkah karena peralatan yang digunakan juga terlihat wah. Lantas bagaimana dengan kami kaum medioker?
Apakah harus ngotot berupaya memiliki gearset yang harganya sulit dijangkau? Tentu tidak karena dalam hati kami masih punya niat kuat! Ya, karena niat ini pula yang membuat mereka dari kalangan menengah berani berjalan atau berlari beriringan dengan mereka kalangan atas.
Seorang mahasiswa Fakultas Keolahragaan Universitas Sebelas Maret pernah menyemangati saya. Ia berkata tidak masalah hanya memakai sepatu tak bermerek terkenal, yang penting adalah langkah yang dijalani dan seberapa sering berolahraga.
”Tak perlu barang bagus, yang pentng ada niat untuk berolahraga itu jauh lebih baik. Apalagi seperti saya yang masih berstatus mahasiswa,” kata dia saat mengobrol dengan saya kala istirahat.
Saya terlecut, bahwa niat saya berolahraga jalan pagi adalah untuk menurunkan berat badan. Tak perlu barang-barang bagus dan mahal karena niat adalah yang utama.
Kalau ada duit bolehlah membeli sepatu sekelas Hoka, namun jika tidak cukup pakai sepatu kets yang kita punya atau bahkan dengan telanjang kaki juga tak jadi masalah.
“Intinya semua ada di hati masing masing. Mau gengsi atau niat itu adalah pilihan,” kata mahasiswa itu sambil mengikat tali sepatu Kodachi lawas yang dia pakai.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 31 Agustus 2024. Penulis adalah Manajer Senior Solopos Media Group)