Esposin, SOLO – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan tentang bahaya gempa bumi megathrust di Jawa dan Sumatra yang bisa terjadi sewaktu-waktu.
Indonesia dikelilingi 13 zona megathrust berdasarkan peta sumber bahaya gempa pada 2017. Zona megathrust segmen Selat Sunda sebagian terbentang di selatan Jawa—Bali, sementara zona megathrust Mentawai—Siberut di barat Sumatra.
Promosi Konsisten Berdayakan UMKM, BRI Jadi Salah Satu BUMN dengan Praktik ESG Terbaik
Aktivitas zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai—Siberut menjadi bahaya terbesar yang dapat terjadi sewaktu-waktu karena berdasarkan data BMKG segmen tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar.
Para ilmuwan menyebut terjadinya gempa itu tinggal menunggu waktu. Seismic gap megathrust Selat Sunda potensinya mencapai 8,7 magnitudo dan megathrust Mentawai—Siberut berpotensi 8,9 magnitudo.
Menurut BMKG, peringatan tersebut disampaikan berkaca pada gempa megathrust Nankai, Jepang, yang terjadi belum lama ini. Kali terakhir, gempa di segmen itu terjadi 78 tahun lalu, tepatnya pada 1946 dengan skala magnitudo 8,4.
Ilmuwan, pejabat, dan publik Jepang mengkhawatirkan segmen tersebut sejak beberapa waktu sebelumnya dan mereka siaga menghadapi. Kemungkinan terburuk gempa sebesar itu menjadi dasar acuan untuk melakukan mitigasi.
Ini upaya mengurangi atau mengendalikan risiko agar bila sewaktu-waktu terjadi gempa atau tsunami, masyarakat sudah siap sarana-prasarana, keterampilan untuk menyelamatkan diri, jalur evakuasi, dan tempat-tempat aman sudah disiapkan.
Selain persiapan yang dilakukan pemerintah, masyarakat diminta menyiapkan tas siaga bencana untuk menghadapi kejadian bencana tak terduga, termasuk kebakaran, banjir, dan gempa bumi.
Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana (2019) menjelaskan tas siaga bencana bisa terbuat dari bahan antiair yang kuat untuk membawa beban berat.
Pada umumnya tas siaga bencana terbuat dari bahan antiair (water proof) dan cukup kuat menahan beban yang akan dibawa. Tujuan tas siaga bencana sebagai persiapan bertahan hidup saat bantuan belum datang dan memudahkan saat evakuasi menuju tempat aman.
Apabila bencana secara tiba-tiba, masyarakat bisa langsung keluar rumah dan langsung menggunakan tas yang telah dipersiapkan sebelumnya tanpa harus susah payah memilih dan memilah barang penting apa yang akan dibawa selama berada di pengungsian.
Kebutuhan dasar yang dapat dipersiapakan dan dimasukkan tas siaga bencana, antara lain, surat- surat penting (ijazah, surat tanah, surat kendaraan atau surat yang bersifat penting), kotak obat-obatan, makanan ringan tahan lama, alat bantu penerangan, peluit atau alat bantu untuk meminta pertolongan saat darurat, perlengkapan mandi, alat komunikasi, dan pakaian ganti.
Edukasi tentang tas siaga bencana itu belum sampai ke tingkat bawah. Jangankan pengetahuan mengenai tas siaga bencana, masyarakat jamak tak paham apa saja langkah-langkah yang harus dilakukan ketika dihadapkan pada bencana.
Belajar dari mitigasi gempa bumi di Jepang, yang secara geografis lokasinya sama dengan Indonesia, yakni berada di ring of fire, seharusnya pemerintah masif menggelar sosialisasi. Masyarakat dari kalangan dewasa sampai anak-anak diajak belajar memitigasi gempa bumi.
Pemerintah Jepang juga menerbitkan aturan gedung-gedung sekolah yang lebih dari satu lantai harus dilengkapi dengan rambu evakuasi yang dimengerti para murid ketika sewaktu-waktu terjadi bencana.
Bangunan di kawasan rawan bencana harus memenuhi spesifikasi tahan gempa dengan jaminan tidak runtuh karena gempa dalam 100 tahun dan tidak rusak dalam 10 tahun pembangunan
Pemerintah Jepang rajin memberikan notifikasi peringatan melalului telepon seluler, bahkan untuk gempa sekecil apa pun, yang informasinya disampaikan real time.
Jika gempa berpotensi membahayakan jiwa atau memiliki dampak ikutan, seperti tsunami, lewat ponsel pula pemerintah Jepang meminta masyarakat melakukan evakuasi diri ke tempat yang lebih aman.
Meniru Jepang sepertinya butuh sistem yang tak kelar digarap dalam satu tahun hingga dua tahun ke depan. Kini, saat informasi gempa megathrust membiki cemas masyarakat, sudah saatnya pemerintah menggelar sosialisasi cara mitigasi.
Jangan hanya menebar informasi yang kian bikin panik, tapi juga harus memberi solusi agae masyarakat semakin mewawas diri.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 22 Agustus 2024. Penulis adalah Manajer Konten Solopos Media Group)