Esposin, SOLO – Lagu apa yang paling sering Anda dengar belakangan ini? Judul apa yang paling berkesan? Saya paling suka lagu Gala Bunga Matahari. Lagu yang dibawakan Sal Priadi ini sukses mengaduk-aduk perasaan saya.
Baru mendengar separuh liriknya sudah membawa saya pada kenangan kehilangan beberapa tahun lalu. Apa yang saya rasakan mungkin sama dengan cerita banyak orang yang meneteskan air mata setelah mendengar lagu ini.
Promosi Kick Off Semarak HUT ke-129 BRI, Usung Tema Brilian dan Cemerlang
Buktinya, hanya dalam kurun waktu dua pekan setelah klip video lagu itu diunggah, video itu telah ditonton 23 juta kali. Video Gala Bunga Matahari menempati trending #1 Youtube saat itu dan mendulang lebih dari 51.000 komentar.
Puluhan ribu komentar tersebut bernada sama, luapan rasa kehilangan dan kenangan tentang orang terkasih yang telah tiada. Lagu yang juga menjadi viral di berbagai platform media sosial ini kerap dijadikan suara latar video atau foto yang menceritakan kenangan tentang orang kesayangan.
Bagi saya, lagu ini seperti pintu untuk membuka kembali memori tiga tahun lalu, ketika terjadi pandemi Covid-19. Saat itu, Juli 2021, Covid-19 mengganas di Soloraya. Saya harus merelakan bapak pergi untuk selamanya.
Rumah sakit penuh saking banyaknya kasus sehingga saya dan keluarga hanya bisa merawat bapak di rumah. Selang beberapa hari, bapak yang memang punya riwayat diabetes, makin drop.
Pada hari-hari terakhir beliau, kami mendapatkan ruang rawat inap di rumah sakit tingkat kabupaten. Sayangnya usaha itu sia-sia. Kami harus melepas bapak. Saya ingat pukul 04.00 WIB dini hari menunggu jenazah diantar ke makam oleh para petugas berhazmat putih.
Giliran pengantaran terakhir dari daftar delapan jenazah korban Covid-19 yang harus dikebumikan hari itu. Memori tentang pandemi memang menyisakan trauma mendalam.
Bukan hanya untuk saya, mungkin banyak orang lain juga merasakan trauma yang sama. Kabar duka datang beruntun, terasa tidak ada habisnya. Pandemi Covid-19 seperti mimpi buruk yang menghantui.
Ketika sebuah pesan via Whatsapp (WA) mampir ke grup WA saya, saya langsung tercekat. Pesan itu mengabarkan tentang kasus monkey pox (Mpox) yang meningkat di Indonesia serta bahayanya terhadap manusia.
Kementerian Kesehatan mengumumkan ada 88 kasus kasus terkonfirmasi Mpox yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia sejak kali pertama kasus ditemukan pada 2022 hingga. Itu data hingga Sabtu (17/8/2024).
Kementerian Kesehatan menjelaskan kasus Mpox di Indonesia teridentifikasi sebagai varian clade IIB. Mpox varian clade II, yang berasal dari Afrika Barat memiliki tingkat fatalitas lebih rendah daripada clade I yang di banyak kejadian berujung kematian.
Sementara subclade IIB menjadi varian yang penyebarannya paling tinggi pada 2022 dan sebagian besar ditularkan melalui kontak seksual. Kasus Mpox tentu berbeda dengan kasus Covid-19.
Gelombang pertama Covid-19 kali pertama terjadi pada Maret 2020. Hingga akhir 2020, pemerintah mencatat ada sekitar 700.000 kasus yang menyebabkan 20.000 kematian.
Ketidaksiapan fasilitas kesehatan dan rendahnya kesadaran masyarakat saat itu menyebabkan kasus terus berkembang dan terjadilah gelombang kedua pada pertengahan 2021.
Tak kurang dari empat juta kasus terjadi sepanjang 2021, dengan lebih dari 144.000 kematian. Tingginya jumlah kematian disebabkan merebaknya Covid-19 varian delta yang memiliki karekteristik tingkat penyebaran dan keparahan lebih tinggi.
Pandemi masih berlanjut pada 2022 dengan gelombang ketiga yang dipicu varian omicron. Meski tingkat keparahannya lebih rendah, sepanjang 2022 ada lebih dari 150.000 kematian akibat Covid-19.
Dilihat dari tingkat keparahan (potensi menyebabkan kematian) dan cara persebarannya, kita bisa menduga Mpox tidak akan seberbahaya Covid-19. Kendati demikian, konsep penanganan tentu tak jauh beda.
Dimulai dengan deteksi kasus, pengobatan, isolasi agar tidak menyebar, dan sosialisasi masif pencegahan. Mungkin, dan itulah harapan saya, pada situasi sekarang Indonesia lebih siap menghadapi merebaknya wabah penyakit.
Bukan hanya Mpox, namun juga kasus lainnya, seperti kejadian luar biasa atau KLB polio yang terjadi di delapan provinsi baru-baru ini. Fasilitas kesehatan yang lebih baik dan canggih, tenaga-tenaga kesehatan yang lebih siap, dan cara-cara sosialisasi yang lebih baik diharapkan bisa mencegah wabah berkembang dan berdampak luas.
Selain itu, permasalahan di bidang kesehatan memang harus secepatnya ditangani. Seperti program jaminan kesehatan yang menyisakan beberapa isu, masalah kekurangan dokter, hingga kasus bullying tenaga kesehatan senior kepada junior yang menghinggapi institusi kesehatan di negeri ini.
Kita berharap pemerintah dan masyarakat kali ini lebih siap. Jangan lagi ada yang ngeyel ketika ada regulasi untuk isolasi mandiri atau kebijakan lain yang bertujuan menjaga kesehatan nasional.
Kepada orang-orang terpilih yang mendapatkan jabatan mohon dengan sangat untuk berfokus pada rakyat. Fokus menciptakan bangsa yang memiliki layanan kesehatan berkualitas.
Apa artinya berkuasa kalau harus kehilangan orang tercinta karena wabah penyakit dan sejenisnya? Jadi, menutup tulisan semi curhat ini, saya benar-benar berharap dan berdoa, agar bangsa ini tidak pernah mengalami bencana pandemi seperti kurun waktu 2020-2022 lalu.
Cukup sekali itu saja. Semoga Indonesia makin mampu mengelola sektor kesehatan secara bijaksana agar tidak memberi celah berkembangnya wabah baru yang mengancam nyawa rakyat.
Terakhir, saya ingin menyapa Bapak yang mungkin sedang melihat saya sambil tersenyum di atas sana. Bapak... Mungkinkah kau mampir hari ini? Jika tidak mirip kau jadilah bunga matahari. Yang tiba-tiba mekar di taman. Meski bicara dengan bahasa tumbuhan, ceritakan padaku, bagaimana tempat tinggalmu yang baru?
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 9 September 2024. Penulis adalah Manajer Program Solopos Media Group)