by Anis Nur Widayati - Espos.id Kolom - Jumat, 20 Oktober 2023 - 19:50 WIB
Esposin, SOLO - Sampah plastik merupakan salah satu masalah lingkungan dalam skala luas. Plastik memiliki sifat yang kuat, ringan, dan stabil sehingga banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi, plastik yang banyak beredar saat ini merupakan polimer sintetik yang terbuat dari minyak bumi dan sulit untuk terurai. Penanganan sampah plastik sekali pakai dengan cara dibakar akan menghasilkan gas karbondioksida yang memicu timbulnya efek rumah kaca dan merusak lapisan ozon.
Kerusakan ozon tersebut berdampak pada pemanasan suhu bumi hingga dapat meningkatkan pencairan es di kutub. Pembakaran sampah plastik juga dapat memicu sel kanker pada manusia. Kantong plastik membutuhkan waktu 10-12 tahun dan 450 tahun bagi botol plastik untuk dapat terurai dengan baik. Penanganan sampah plastik sekali pakai ini belum mencapai titik yang optimal untuk menjaga kelestarian alam.
Ecobrick adalah sebuah inovasi yang dikembangkan sebagai solusi pengolahan limbah plastik. Diambil dari dua kata pembentuknya, eco dan brick, secara sederhana didefinisikan sebagai bata ramah lingkungan. Ecobrick sendiri diciptakan oleh Rusel Maier seorang seniman dari Kanada di Filipina.
Ecobrick adalah sebuah inovasi yang dikembangkan sebagai solusi pengolahan limbah plastik. Diambil dari dua kata pembentuknya, eco dan brick, secara sederhana didefinisikan sebagai bata ramah lingkungan. Ecobrick sendiri diciptakan oleh Rusel Maier seorang seniman dari Kanada di Filipina.
Ecobricks adalah botol plastik yang berisi sampah plastik, yang telah dibersihkan, kemudian dipadatkan untuk mendapatkan bata bangunan yang dapat digunakan secara terus menerus. Ecobrick memiliki sifat dasar plastik sebagai penyusunnya, yaitu kuat, anti air dan awet.
Selanjutnya, botol ecobrick dapat disusun menjadi bentuk yang diinginkan. Bata plastik ini cukup kuat untuk dijadikan tempat duduk, dinding, dan pondasi bangunan lainnya. Penggunaan ecobricks ini diharapkan dapat menjadi solusi akan sampah plastik yang jumlahnya kian hari kian meningkat.
Sejalan dengan sisi manfaat fungsional sebelumnya, manfaat Ecobrick sebenarnya juga memiliki nilai ekonomi. Selain dapat mengirit biaya pembuatan produk-produk yang disebutkan sebelumnya, ecobrick pun bisa dijual ke pasaran. Saat ini Ecobrick banyak dijual melalui jual beli online. Bahkan, sejumlah bank sampah di beberapa wilayah di Indonesia pun bersedia membeli ecobrick dengan sejumlah uang tunai.
Sosialisasi dapat dimulai dari tingkat paling kecil, misalnya kelompok dasa wisma, di sela kegiatan pertemuan dapat diberikan paparan atau tayangan video mengenai ecobrick, termasuk pengertian, manfaat, hingga cara pembuatan ecobrick.
Tidak saja berhenti di tahap sosialisasi, masyarakat perlu untuk diajak langsung praktek pembuatan ecobrick. Dengan demikian, warga akan mengetahui, memahami, dan menyadari ternyata pembuatan ecobrick tidak sulit, namun membutuhkan kemauan dan kesadaran untuk kelestarian lingkungan.
Praktek pembuatan ecobrick dapat dilakukan langsung di lingkukngan sekitar warga atau bisa dengan studi banding ke daerah lain sebagai percontohan (jika tersedia dana dari lingkungan warga). Studi banding tersebut juga dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran warga tentang pentingnya pengelolaan sampah plastik dengan ecobrick, karena langsung melihat contoh produk yang dihasilkan dari ecobrick.
Tahap selanjutnya adalah memulai penerapan pengelolaan sampah plastik dengan ecobrick di suatu lingkungan. Memulai suatu hal yang baru dan baik, tentu membutuhkan contoh atau teladan langsung. Teladan atau contoh dapat dilakukan oleh tokoh masyarakat setempat atau siapapun warga yang peduli dengan pengelolaan sampah.
Teladan atau contoh langsung akan lebih menggugah kesadaran warga dibandingkan dengan himbauan, saran, maupun anjuran. Apabila sudah ada yang melanjutkan contoh tersebut, maka warga lain juga akan mengikuti, dan lambat laun, seluruh warga akan mengikuti. Dukungan pemerintah setempat juga sangat penting dalam pengelolaan sampah plastik.
Mengubah perilaku masyarakat memang tidak mudah, namun dapat dilakukan dengan edukasi yang dilakukan secara konsisten, berkelanjutan, tidak mengenal kata bosan, dan yang paling penting adalah teladan untuk berubah menjadi lebih baik. Salam lestari
Artikel ini ditulis oleh Anis Nur Widayati, Peneliti di Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi, Organisasi Riset Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Penulis saat ini sedang menempuh studi S3 di Program Doktor Biologi, Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta.