kolom
Langganan

Biaya Bukan Hambatan Kuliah - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Nadia Yasmin Dini  - Espos.id Kolom  -  Sabtu, 3 Agustus 2024 - 19:47 WIB

ESPOS.ID - Nadia Yasmin Dini (Istimewa/Solopos)

Esposin, SOLO – Akhir-akhir ini tengah viral di Internet sebuah acara kompetisi akademik yang mempertemukan para mahasiswa berprestasi dari berbagai kampus di negeri ini, yaitu Clash of Champions.

Clash of Champions adalah acara kompetisi akademik yang mempertemukan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Penyelenggara juga mengundang mahasiswa Indonesia yang berkuliah di kampus di luar negeri.

Advertisement

Setelah menonton acara tersebut, saya jadi tahu mengapa acara ini begitu ramai dibicarakan dan disukai banyak orang. Tentu saja karena acara tersebut memberikan manfaat yang cukup banyak.

Saya bisa merasakan dampak positif setelah menonton acara tersebut. Salah satunya memotivasi diri saya sendiri untuk semakin semangat belajar. Lebih-lebih setelah saya mengetahui kisah hidup para mahasiswanya yang sangat inspiratif.

Advertisement

Saya bisa merasakan dampak positif setelah menonton acara tersebut. Salah satunya memotivasi diri saya sendiri untuk semakin semangat belajar. Lebih-lebih setelah saya mengetahui kisah hidup para mahasiswanya yang sangat inspiratif.

Saat kali pertama menonton  dan melihat kecerdasan para mahasiswa di acara tersebut, satu hal yang terlintas di pikiran saya adalah pasti mereka semua berasal dari keluarga yang kaya raya. Menurut saya, kepintaran mereka tidak mungkin muncul begitu saja.

Mereka pasti saat masa SMA sering mengikuti les tambahan pelajaran dan berasal dari sekolah yang elite. Tingkat kepintaran mereka di atas rata-rata. Selain itu, jika mereka bukan dari keluarga yang kaya raya, mereka tidak akan mungkin masuk ke universitas ternama di dalam negeri maupun di luar negeri.

Advertisement

Terkadang dia sendiri yang harus berusaha mencari uang demi membayar biaya indekos. Belum lagi biaya untuk kebutuhan sehari-hari. Dia mengungkapkan biaya untuk kebutuhan sehari-hari dia peroleh dengan cara mengajar berbasis mata kuliah yang dia  ambil.

Terkadang uang yang dia peroleh dari hasil mengajar tidak cukup untuk membiayai seluruh kebutuhan. Dalam kondisi seperti itu dia biasanya menahan diri dengan hanya makan nasi dan tempe selama berhari-hari.

Untung saja, setelah itu dia mendapatkan beasiswa sehingga kondisi keuangan bisa jauh lebih baik. Seorang mahasiswa lain yang juga berpartisipasi dalam acara tersebut mengungkapkan  sejak kelas VI SD hingga kuliah mendapatkan beasiswa.

Advertisement

Kedua orang tuanya tidak pernah mengeluarkan uang untuk membiayai kebutuhan sekolah maupun kebutuhan hidup karena  seluruh biaya hidup sudah terpenuhi dari uang beasiswa yang dia dapatkan. Meski begitu, dia tetap mencari penghasilan lain dengan cara mengajar kelas olimpiade matematika.

Dia bercerita dulu sering bolak-balik datang ke rumah anak-anak SD yang akan mengikuti olimpiade sains nasional untuk mengajari mereka. Sampai sekarang dia masih tetap mengajar walaupun secara online.

Penghasilan yang dia dapatkan dari hasil mengajar tersebut digunakan untuk membeli sesuatu di luar kebutuhan pokok, misalnya untuk membeli tiket konser. Dia juga tidak lupa selalu menyisihkan uang untuk menabung.

Advertisement

Ada pula mahasiswa yang bercerita dulu dia dan keluarganya tinggal di rumah yang kurang layak. Dia tidak memiliki meja untuk tempat belajar. Dia dan kedua saudaranya pernah berjualan kerupuk dan ikut lomba sana-sini hanya untuk mendapatkan uang.

Dari kisah inspiratif mereka, saya belajar  dua hal penting. Pertama, biaya atau kondisi ekonomi bukanlah penghalang untuk meraih pendidikan hingga setinggi-tingginya. Beberapa orang  yang saat ini membaca esai ini pasti pernah mengalami kondisi yang sama.

Kondisi pernah terhalang biaya untuk melanjutkan pendidikan hingga pada akhirnya harus mengubur  mimpi dalam-dalam untuk melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi atau putus sekolah.

Dari kisah sebagian mahasiswa peserta Clash of Champions ada pelajaran bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah hambatan untuk menempuh pendidikan asalkan kita memiliki kemauan dan usaha yang besar. Kita bisa mencari alternatif lain untuk melanjutkan pendidikan, misalnya mencari beasiswa.

Kedua, kisah mereka mengajarkan kita semua untuk tidak mudah menyerah dengan keadaan. Jangan hanya karena kita berasal dari keluarga yang kurang mampu lantas langsung mengubur mimpi dalam-dalam tanpa mau berusaha terlebih dahulu.

Pendidikan adalah hak semua orang. Semua orang berhak menempuh pendidikan yang setinggi-tingginya. Setelah mengetahui kisah perjuangan mereka, saya menjadi semakin kagum.

Mereka bukan hanya mahasiswa yang pintar secara akademik, tetapi juga  hebat dalam  menghadapi  tantangan kehidupan. Mereka adalah sebagian contoh dari kaum muda yang patut untuk dijadikan teladan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 30 Juli 2024. Penulis adalah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia  Universitas Airlangga)

Advertisement
Ichwan Prasetyo - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif