kolom
Langganan

Berdaya dengan Desa Wisata - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Suharsih  - Espos.id Kolom  -  Senin, 2 Oktober 2023 - 09:35 WIB

ESPOS.ID - Suharsih (Solopos/Istimewa)

Esposin, SOLO – Menyebut  Desa Ponggok di Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, yang langsung terbayang di benak orang—umumnya—adalah umbul yang penuh ikan warna-warni yang berenang seolah-olah memanggil orang untuk turun ke air dan berenang bersama mereka.

Terbayang pula wahana berfoto di bawah air yang menjadi daya tarik tersendiri dan unik karena jarang ada di tempat lain di wilayah Soloraya, bahkan mungkin di Jawa Tengah. Berkat daya tarik itulah Desa Ponggok menjadi viral pada 2014.

Advertisement

Berita tentang keunikan desa yang ramai didatangi puluhan ribu wisatawan per bulan ini sampai ke media mainstream Jepang NHK. Desa Ponggok memang unik. Desa Ponggok kini adalah acuan desa wisata.

Desa mana pun pasti ingin berdaya dan mandiri seperti Desa Ponggok. Punya penghasilan miliaran rupiah per tahun yang menjadikan salah satu desa terkaya di Indonesia.

Desa Ponggok kini menjadi satu dari hanya dua desa di Kabupaten Klaten yang seluruh warganya terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Advertisement

Premi sebagian warga dibayar oleh pemerintah desa dari hasil pengelolaan Umbul Ponggok. Desa lainnya adalah Desa Wunut di Kecamatan Tulung yang menanggung premi BPJS Kesehatan warga dari pendapatan pengelolaan objek wisata Umbul Pelem.

Tak mengherankan kini Desa Ponggok menjadi jujugan pemerintah desa dari berbagai daerah yang ingin belajar mengelola anggaran dan pendapatan desa sehingga menjadi mandiri dan berdaya.

Pertumbuhan Desa Ponggok sebagai desa wisata hampir bersamaan dengan tren perubahan orientasi wisata dari wisata massa ke wisata alternatif yang terjadi pada 2018.

Advertisement

Mengutip Pedoman Desa Wisata dalam buku Membangun Desa yang diterbitkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, wisata massa atau mass tourism adalah wisata dengan motif sekadar berekreasi ke destinasi populer dengan daya tarik seperti pantai, pasir, dan destinasi populer lainnya.

Wisata alternatif atau alternative tourism mengarah pada rekreasi dengan motivasi kembali ke alam, belajar budaya serta keunikan lokal, dan berinteraksi dengan masyarakat setempat. Konsep desa wisata sangat cocok dengan perubahan tren tersebut.

Tren tersebut membuat desa wisata bermunculan dengan berbagai konsep dan keunikan sesuai potensi. Hingga 2023 terdapat 4.732 desa wisata di seluruh Indonesia. Desa wisata terbagi menjadi empat kategori, yakni desa wisata rintisan (3.483 desa), desa wisata berkembang (937 desa), desa wisata maju (290 desa), dan desa wisata mandiri (23 desa).

Kriteria menjadi desa wisata mandiri sangat sulit. Ada enam kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi desa wisata mandiri. Pertama, masyarakat berinovasi dalam pengembangan potensi wisata desa (diversifikasi produk) menjadi kewirausahaan mandiri.

Kedua, menjadi destinasi wisata yang terkenal di mancanegara dan menerapkan konsep keberlanjutan yang diakui dunia. Ketiga, sarana dan prasarana mengikuti standar internasional, minimal ASEAN.

Keempat, pengelolaan desa wisata dilakukan secara kolaboratif antarsektor dan pentahelix. Kelima, dana desa menjadi bagian penting pengembangan inovasi diversifikasi produk wisata di desa wisata.

Keenam, desa mampu memanfaatkan digitalisasi sebagai bentuk promosi mandiri atau mampu membuat bahan promosi dan menjual secara mandiri melalui digitalisasi dan teknologi.

Untuk memenuhi semua kriteria itu tidak mudah, terutama dengan kondisi kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) di desa yang tidak merata.

Tidak semua desa yang punya potensi wisata besar juga memiliki SDM yang punya kesadaran mengembangkan desa mereka menjadi desa wisata guna memberdayakan potensi demi kesejahteraan masyarakat.

Ada desa yang warganya tidak sadar akan potensi wisata alam maupun kearifan lokal dan budaya yang bisa dijual. Ketika kesadaran itu ada dan SDM memadai, sarana dan prasarana, termasuk pendanaan dan dukungan dari pihak-pihak terkait, ternyata tidak ada.

Semua itu menjadi tantangan berat bagi desa dalam mengembangkan potensi menjadi daya tarik wisata. Setelah menjadi desa wisata yang berhasil mendatangkan ribuan wisatawan setiap bulan pun masih dihadapkan pada tantangan konsistensi menjaga dan meningkatkan daya tarik dengan berbagai inovasi agar pengunjung tidak bosan.

Bukan berarti semua itu tidak mungkin dicapai. Buktinya bisa dilihat di 23 desa wisata yang masuk kategori mandiri. Para pengelola desa wisata rintisan, berkembang, atau maju tak boleh patah semangat.

Desa Ponggok yang masuk kategori desa wisata maju dan tak pernah putus berinovasi. Berbagai upaya dilakukan untuk menambah daya tarik, baik berupa destinasi maupun atraksi. Baru-baru ini diluncurkan paker wisata tur keliling objek-objek wisata di desa itu naik mobil VW Safari.

Itu merupakan wujud konsistensi pengelola wisata di Desa Ponggok agar tetap menjadi destinasi utama wisata di Kabupaten Klaten. Pengelola desa-desa wisata lain diharapkan bisa melakukan hal yang sama, konsisten mengembangkan potensi menjadi daya tarik.

Peran pemerintah dan swasta di bidang pariwisata sangat diharapkan untuk membantu masyarakat dan pemerintah desa dalam mengembangkan desa wisata. Jika tidak dalam bentuk pendanaan, paling tidak bisa memberikan pelatihan guna meningkatkan kualitas SDM.

Itulah yang saat ini paling dibutuhkan oleh banyak desa wisata di wilayah Soloraya khususnya. Dengan kerja sama dan konsistensi semua pihak, bukan tidak mungkin sebagian desa wisata di Soloraya bakal menjadi desa wisata mandiri dan desa wisata maju juga semakin banyak. Masyarakat dan desa akan lebih berdaya dan sejahtera.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 30 September 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Advertisement
Ichwan Prasetyo - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif