kolom
Langganan

"Aku Timur dan Aku Kristen" - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Linda Rahmawati  - Espos.id Kolom  -  Senin, 8 Mei 2023 - 05:46 WIB

ESPOS.ID - Ilustrasi beda agama. (Freepik)

Esposin, SOLO—“Aku kristen dan aku timur.” Kalimat itu kudengar pada tahun 2019, tiga tahun yang lalu. Tapi, kalimat itu masih kuingat sampai sekarang.

Advertisement

Aku Rahma. Sedari kecil aku dibesarkan di keluarga muslim. Semasa sekolah aku juga selalu menempuh pendidikan di sekolah swasta Islam hingga aku kuliah. Lalu ketika kuliahku memasuki masa magang, aku memutuskan mengikuti kegiatan magang di dunia film.

Pada pertengahan semester aku diterima magang di salah satu rumah produksi. Dunia film menjadi dunia yang sangat awam untukku. Menariknya aku langsung mendapatkan koodinator nonmuslim yang berbeda suku denganku.

Advertisement

Pada pertengahan semester aku diterima magang di salah satu rumah produksi. Dunia film menjadi dunia yang sangat awam untukku. Menariknya aku langsung mendapatkan koodinator nonmuslim yang berbeda suku denganku.

“Aku kristen dan aku timur,” kalimat pertama yang dilontarkan Lana (32) selaku koordinator lapanganku.

Itu adalah kali pertama aku bertemu dengan Kak Lana untuk memulai pengarahan kegiatan magang pada hari pertama. Kak Lana adalah seorang perempuan asal Papua yang beragama nasrani.

Advertisement

Prasangka negatifku perlahan menghilang karena berbagai sikap toleransi yang Kak Lana tunjukkan. Itu membuat aku merasa lebih dihargai. Contohnya, Kak Lana tak segan mengingatkanku salat, merapikan hijabku yang tidak jarang sedikit terbuka di bagian leher, serta berbagai perhatian lain.

Apa yang ia lakukan itu membuatku saya sadar akan indahnya toleransi. Salah satunya waktu Kak Lana membantu temannya mempersiapkan Lebaran. Dia membantu menyiapkan berbagai keperluan yang dibutuhkan.

Jadi selain sebagai koordinator, Kak Lana juga merupakan temanku. Itu karena sikapnya yang sangat baik, membuat aku juga ingin bersikap toleran sepertinya.

Advertisement

Contoh lain, seperti saat kami makan bersama. Kak Lana mengonsumsi makanan nonhalal, seperti babi. Kami makan bersama di satu meja. Babi adalah makanan yang tidak diperbolehkan di agamaku sehingga aku tidak ikut mengonsumsinya.

Berkat Kak Lana, aku berusaha saling menghargai sesama. Indah sekali mendengar keberagaman akhirnya menjadi kesatuan. Saling membantu dan menjaga menjadi kuncinya.

 

Advertisement

(Tulisan ini merupakan karya peserta Program Pelatihan Jurnalisme Warga Pemuda Lintas Iman Solopos Institute)

 

 

Advertisement
Ayu Prawitasari - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif